Pesan ini disampaikan menyusul viralnya ucapan Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah, yang diduga mengumpat penjual es teh dalam acara pengajian di Magelang.
”Penting untuk kita semua menjaga lisan, apalagi sebagai pejabat publik tentunya lebih menjadi perhatian masyarakat,” ujar Cholil Nafis dikutip dari Antara, Rabu (4/12/2024).
Meskipun Gus Miftah telah meminta maaf atas ucapan tersebut, kontroversi yang timbul mengundang berbagai tanggapan, termasuk dari kalangan tokoh agama.
”Dia sudah minta maaf, baiknya jadi pelajaran bagi dia dan kita semua untuk menjaga lisan,” kata Cholil.
Cholil menekankan, pejabat publik dan tokoh masyarakat memiliki tanggung jawab besar dalam memilih kata-kata yang tepat, baik dalam situasi formal maupun santai.
Murianews, Jakarta – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, mengingatkan pentingnya menjaga lisan, terutama bagi pejabat publik dan penceramah.
Pesan ini disampaikan menyusul viralnya ucapan Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah, yang diduga mengumpat penjual es teh dalam acara pengajian di Magelang.
”Penting untuk kita semua menjaga lisan, apalagi sebagai pejabat publik tentunya lebih menjadi perhatian masyarakat,” ujar Cholil Nafis dikutip dari Antara, Rabu (4/12/2024).
Pernyataan Gus Miftah yang mengumpat penjual es teh di acara pengajian tersebut dinilai menyinggung sensitivitas masyarakat.
Meskipun Gus Miftah telah meminta maaf atas ucapan tersebut, kontroversi yang timbul mengundang berbagai tanggapan, termasuk dari kalangan tokoh agama.
Menurut Cholil Nafis, permintaan maaf yang disampaikan Gus Miftah merupakan langkah positif, namun ia menegaskan bahwa kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak.
”Dia sudah minta maaf, baiknya jadi pelajaran bagi dia dan kita semua untuk menjaga lisan,” kata Cholil.
Cholil menekankan, pejabat publik dan tokoh masyarakat memiliki tanggung jawab besar dalam memilih kata-kata yang tepat, baik dalam situasi formal maupun santai.
Sensitivitas publik...
Menurutnya, materi yang disampaikan harus relevan dengan kondisi masyarakat yang hadir dan bertujuan untuk menyelesaikan masalah, bukan menambah masalah.
”Materi yang disampaikan harus sesuai kondisi masyarakat yang hadir, menyelesaikan masalah bukan nambah masalah,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya menjaga sensitivitas publik, bahkan dalam konteks bercanda. Cholil mengingatkan, sopan atau tidaknya suatu ucapan diukur berdasarkan perasaan masyarakat yang mendengarnya.
”Kalau bercanda pun perlu menjaga sensitivitas publik. Karena sopan atau tidaknya kata-kata itu dirasakan oleh umat,” tambahnya.
Cholil berharap insiden ini dapat mendorong semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam berkomunikasi.
MUI juga mengajak masyarakat untuk menjaga keharmonisan dalam berinteraksi, baik di dunia maya maupun nyata, guna menciptakan kedamaian di tengah keragaman Indonesia.
”Dengan adanya kejadian ini, mari kita menjaga lisan dan keharmonisan dalam berinteraksi, untuk menciptakan kedamaian dan kerukunan di tengah keragaman,” tutupnya.