Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) secara signifikan.
”Saat ini Komisi II DPR RI dan Pemerintah sedang menyiapkan kajian berupa naskah akademik tentang keberadaan Badan Regulator BUMD. Output-nya bisa saja perubahan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD dan pembentukan permendagri sebagai dasar tata kelola BUMD,” ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (13/5/2025).
Khozin menjelaskan, badan baru ini akan berada di bawah struktur Kemendagri dengan posisi setara eselon I. Fokus utama dari badan ini adalah untuk membenahi tata kelola BUMD di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, tercatat sebanyak 1.073 BUMD dengan total aset mencapai sekitar Rp1.459 triliun. Namun, kontribusi penyertaan modal daerah (PMD) terhadap PAD masih tergolong rendah, hanya berkisar antara 3 hingga 5 persen.
”Disparitasnya cukup tinggi,” katanya.
Murianews, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah mematangkan rencana pembentukan Badan Regulator Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) secara signifikan.
Anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin, mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya bersama pemerintah sedang menyusun kajian akademik terkait keberadaan badan regulator tersebut.
”Saat ini Komisi II DPR RI dan Pemerintah sedang menyiapkan kajian berupa naskah akademik tentang keberadaan Badan Regulator BUMD. Output-nya bisa saja perubahan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD dan pembentukan permendagri sebagai dasar tata kelola BUMD,” ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (13/5/2025).
Khozin menjelaskan, badan baru ini akan berada di bawah struktur Kemendagri dengan posisi setara eselon I. Fokus utama dari badan ini adalah untuk membenahi tata kelola BUMD di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, tercatat sebanyak 1.073 BUMD dengan total aset mencapai sekitar Rp1.459 triliun. Namun, kontribusi penyertaan modal daerah (PMD) terhadap PAD masih tergolong rendah, hanya berkisar antara 3 hingga 5 persen.
”Disparitasnya cukup tinggi,” katanya.
Tumpang tindih regulasi...
Lebih lanjut, Khozin memaparkan berbagai faktor yang menyebabkan kerugian pada BUMD, antara lain tumpang tindih regulasi, masalah hukum, BUMD yang tidak beroperasi, minimnya akuntabilitas, serta adanya intervensi politik.
”Bisa dibayangkan, ada sekitar 100 BUMD yang tidak beroperasi atau merugi, tetapi tidak ada mekanisme secara formal tentang bagaimana membubarkan BUMD,” ungkapnya.
Secara teoritis, Khozin menekankan pentingnya penerapan prinsip good corporate governance (GCG) yang meliputi transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness.
Ia menyoroti adanya perbedaan perlakuan antara BUMN yang memiliki pembina tunggal di tingkat pusat (Kementerian BUMN) dengan BUMD yang tidak memiliki lembaga pembina serupa.
Selain itu, disparitas kapasitas sumber daya manusia antar daerah, rendahnya inovasi, serta ketiadaan evaluasi dan laporan yang terstandardisasi juga menjadi perhatian.
Dengan adanya badan regulator dan regulasi yang lebih baik, Khozin berharap kontribusi BUMD terhadap pembangunan daerah, khususnya dalam peningkatan PAD, dapat meningkat.
”Upaya ini dapat menjawab persoalan defisit APBD di daerah-daerah,” harapnya.
Saat ini, Komisi II DPR RI dan Kemendagri tengah intens membahas naskah akademik yang mencakup kajian filosofis, yuridis, dan sosiologis sebagai landasan penataan BUMD di daerah.
Selain itu, Komisi II juga telah mengundang sejumlah kepala daerah untuk memaparkan kinerja BUMD di wilayah masing-masing dan berencana melakukan kunjungan spesifik ke beberapa daerah untuk meninjau langsung kinerja BUMD.