Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, ada empat permasalahan korupsi yang teridentifikasi, salah satunya adalah praktik penyuapan, pemerasan, dan gratifikasi dalam proses penerimaan murid baru.
”Penyuapan/pemerasan/gratifikasi pada penerimaan peserta didik baru/Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB),” kata Budi dikutip dari Kompas.com, Senin (16/6/2025).
Budi menjelaskan, KPK juga menemukan kurangnya transparansi terkait kuota dan persyaratan dalam penerimaan peserta didik baru. Menurutnya hal ini membuka celah bagi praktik penyuapan, pemerasan, dan gratifikasi.
Selain itu, KPK menyoroti penyalahgunaan jalur masuk penerimaan peserta didik yang tidak sesuai dengan kriteria prestasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan zonasi/domisili.
”Untuk zonasi, seringkali terjadi pemalsuan dokumen Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), serta melakukan perpindahan sementara (Tahun 2025, zonasi diubah menjadi domisili),” ungkapnya.
Kemudian untuk afirmasi data, Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) banyak yang tidak sesuai.
”Banyak yang sebenarnya mampu tetapi masuk dalam DTSEN,” imbuhnya.
Murianews, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penemuan potensi korupsi pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, ada empat permasalahan korupsi yang teridentifikasi, salah satunya adalah praktik penyuapan, pemerasan, dan gratifikasi dalam proses penerimaan murid baru.
”Penyuapan/pemerasan/gratifikasi pada penerimaan peserta didik baru/Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB),” kata Budi dikutip dari Kompas.com, Senin (16/6/2025).
Budi menjelaskan, KPK juga menemukan kurangnya transparansi terkait kuota dan persyaratan dalam penerimaan peserta didik baru. Menurutnya hal ini membuka celah bagi praktik penyuapan, pemerasan, dan gratifikasi.
Selain itu, KPK menyoroti penyalahgunaan jalur masuk penerimaan peserta didik yang tidak sesuai dengan kriteria prestasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan zonasi/domisili.
”Untuk zonasi, seringkali terjadi pemalsuan dokumen Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), serta melakukan perpindahan sementara (Tahun 2025, zonasi diubah menjadi domisili),” ungkapnya.
Kemudian untuk afirmasi data, Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) banyak yang tidak sesuai.
”Banyak yang sebenarnya mampu tetapi masuk dalam DTSEN,” imbuhnya.
Piagam palsu...
Budi menambahkan, seringkali ditemukan penerbitan piagam-piagam palsu untuk dapat masuk melalui jalur prestasi.
Ia mencontohkan, kasus prestasi seperti hafiz Quran yang hanya terbatas bagi pemeluk agama tertentu dan belum mengakomodasi seluruh pemeluk agama.
Di sisi lain, KPK juga menyoroti pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tidak sesuai peruntukan, serta pertanggungjawaban dana BOS yang seringkali tidak disertai bukti kuat.
”Variabel penentuan BOS berdasarkan jumlah siswa, berjenjang dari sekolah meningkat sampai dengan ke Kementerian. Modus pelanggaran Dana BOS di antaranya kolaborasi antara pihak sekolah dan dinas terkait untuk mempermainkan jumlah siswa,” kata Budi.