Senada dengan ICW, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Misbah Hasan, menyebut tunjangan ini sebagai bentuk pemborosan anggaran.
”Pada saat rakyat harus antre minyak goreng, dibohongi oleh trik bensin, hingga berjuang membayar kontrakan, wakil rakyat justru meminta kontrakan mewah dengan uang negara,” tegas Misbah.
Murianews, Jakarta – Tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan bagi anggota DPR periode 2024–2029 menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Seknas Fitra.
Kebijakan ini dinilai memberatkan keuangan negara dan tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat.
Menurut peneliti ICW, Seira Tamara, total anggaran yang dibutuhkan untuk tunjangan rumah ini mencapai Rp 1,74 triliun selama lima tahun. Angka ini dianggap sangat fantastis.
ICW bahkan membandingkannya dengan gaji guru yang diasumsikan Rp 4 juta per bulan. Dengan perbandingan ini, dana tunjangan rumah DPR setara dengan gaji 36.000 guru dalam setahun.
”Nominal ini sangat besar,” ujar Seira dikutip dari Kompas.com, Kamis (21/8/2025).
Ia menilai kebijakan tersebut tidak tepat, terutama di saat pemerintah berupaya melakukan efisiensi anggaran di sektor-sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan.
ICW juga meragukan dalih DPR yang menyebut angka Rp 50 juta per bulan didasarkan pada harga sewa di kawasan Senayan.
Seira mempertanyakan kemungkinan tunjangan ini tidak digunakan sepenuhnya untuk keperluan rumah dinas dan berpotensi memicu masalah transparansi, sebab tidak ada mekanisme pengawasan yang jelas.
Seknas Fitra..,
Senada dengan ICW, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Misbah Hasan, menyebut tunjangan ini sebagai bentuk pemborosan anggaran.
”Pada saat rakyat harus antre minyak goreng, dibohongi oleh trik bensin, hingga berjuang membayar kontrakan, wakil rakyat justru meminta kontrakan mewah dengan uang negara,” tegas Misbah.