Jika RPTKA tidak diterbitkan, izin kerja dan izin tinggal akan terhambat, dan pemohon akan dikenai denda Rp 1 juta per hari.
KPK juga mengungkapkan bahwa dugaan pemerasan ini sudah terjadi sejak era kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar (2009-2014), lalu berlanjut di era Hanif Dhakiri (2014-2019), hingga Ida Fauziyah (2019-2024).
Murianews, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita 18 bidang tanah seluas total 4,7 hektare di Karanganyar, Jawa Tengah.
Aset tersebut disita terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, aset yang disita pada Selasa (2/9/2025) tersebut diduga berasal dari uang yang dikumpulkan oleh tersangka Jamal Shodiqin dan Haryanto. Uang itu didapat dari hasil pemerasan terhadap para agen Tenaga Kerja Asing (TKA).
”Aset-aset tersebut saat ini diatasnamakan keluarga dan kerabat kedua tersangka,” ujar Budi di Jakarta dikutip dari Antara, Rabu (3/9/2025).
Menurut Budi, penyitaan ini adalah bagian dari upaya pembuktian dan langkah awal untuk mengoptimalkan pemulihan kerugian negara. KPK akan terus menelusuri aset-aset lain yang diduga terkait kasus ini.
Pada 5 Juni 2025, KPK menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Mereka diduga mengumpulkan sekitar Rp 53,7 miliar dari pemerasan RPTKA selama periode 2019-2024.
Para tersangka memanfaatkan situasi di mana RPTKA menjadi syarat utama bagi TKA untuk bisa bekerja di Indonesia.
Dugaan pemerasan...
Jika RPTKA tidak diterbitkan, izin kerja dan izin tinggal akan terhambat, dan pemohon akan dikenai denda Rp 1 juta per hari.
KPK juga mengungkapkan bahwa dugaan pemerasan ini sudah terjadi sejak era kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar (2009-2014), lalu berlanjut di era Hanif Dhakiri (2014-2019), hingga Ida Fauziyah (2019-2024).