Jumat, 11 Juli 2025

Murianews, Jepara – Ekspor furniture Jepara, Jawa Tengah masih dibanyangi kondisi geopolitik global. Hal itu menyebabkan pengiriman ke negara tujuan menjadi tersendat.

Ketua DPD HIMKI Jepara (Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Pengusaha Mebel dan Kerajinan Indonesia Kabupaten Jepara), Antonius Suhandoyo mengatakan, kondisi geopolitik dunia masih belum kondusif. Namun pelan-pelan ekspor furniture Jepara ke luar negeri mulai membaik.

Tanda-tandanya, saat ini mulai ada shipment atau pengiriman dengan kapal yang sudah secara reguler berjalan dengan baik. Kendati begitu, saat ini masih ada isu tentang mahalnya shipping cost dalam kegiatan ekspor furniture Jepara.

“Ini menjadi tanda yang baik. Di mana pergerakan perekonomian dunia mulai terlihat positif,” kata Handoyo kepada Murianews.com, Jumat (2/8/2024).

Handoyo berharap pada akhir Agustus hingga awal September nanti, order dengan kuantitas yang cukup signifikan dari buyer-buyer reguler bisa turun. Untuk itu, saat ini para eksportir furniture Jepara dan mebel Jepara kini tengah bersiap menghadapi momen tersebut.

Berdasarkan catatan Disperindag Jepara (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jepara), nilai ekspor furniture Jepara dan mebel Jepara hingga Mei 2024, tembus 13 juta US dollar atau senilai Rp 221 miliar. Barang-barang dari Kota Ukir (termasuk furniture Jepara) itu diekspor ke lebih dari 50 negara di berbagai belahan benua.

Terpisah, Maskur Zaenuri, Sekretaris Jendral DPP HIMKI mengungkapkan, secara umum, ekspor furniture Jepara dan mebel dari Jepara dan daerah-daerah lain saat ini masih cenderung menurun.

Maskur menjelaskan, gejolak politik di timur tengah, yaitu perang antara Israel dan Palestina, membuat pengiriman terkendala. Jalur kapal di kanal Swiss diblokir dan diganggu.

Gangguan tersebut memaksa eksportir (termasuk eksportir furniture Jepara) menempuh pelayaran semakin jauh dari jalur normal dalam pengirimannya. Yaitu harus memutar ke Tanjung Harapan Afrika yang berimbas pada melebarnya waktu pengiriman.

“Biasanya untuk wilayah Asia misalnya, butuh waktu 30-34 hari pelayaran. Saat ini butuh waktu 56-70 hari,” kata Maskur.

Selain gangguan di jalur pelayaran, lanjut Maskur, eksportir juga harus berhadapan dengan mahalnya biaya perkapalan. Untuk ke Eropa misalnya, sebelumnya dibandrol dengan harga 1.300-1500 US dollar, kini melambung menjadi 9 ribu–9.800 US dollar.

”Bayangkan saja, kenaikannya sudah 550 persen,” sebut Maskuri.

Karena kondisi tersebut, akhirnya mayoritas furniture dan mebel (termasuk furniture Jepara) yang diekspor terpaksa ditunda pengirimannya. Maskur menyebut, penundaan itu pun untuk waktu yang tidak dapat ditentukan.

“Semua masih menunggu situasi politik global membaik. Baik itu perang di Timur Tengah atau stabilitas politik di Amerika Serikat,” pungkas Maskur.

Editor: Budi Santoso

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler