Kendati demikian, pihaknya mengaku menerima keputusan Dewan Pengupahan itu. Karena memang sudah menjadi keputusan bersama dalam sidang pleno kemarin, Kamis (12/12/2024).
”Apindo tidak menolak, karena itu undang-undang. Tetapi silahkan diberlakukan. Hanya, karena itu sektor, sektor yang mana. Ini harus ada acuan yang jelas. Tidak seperti kemarin, jadi opsinya itu menurut kajian teman-tema serikat buruh,” jelas Syamsul.
Hanya saja, pihaknya sangat menyayangkan keputusan tersebut. Karena faktanya setelah voting selesai, masih ada perdebatan terkait KBLI.
Menurut Syamsul, kajian harus dilakukan terlebih dahulu. Sehingga penghitungan berdasarkan sektor setiap KBLI bisa tepat sasaran.
”Pengusaha berpikirnya jangka panjang. Jangan sampai keputusan tanpa kajian terlebih dulu, akhirnya menimbulkan keputusan yang salah. Ini bukan persoalan angka, ini persoalan mekanisme dalam penggajian. Jadi ibaratnya, membuat rumah itu fondasinya dibuat dulu,” tegas Syamsul.
Syamsul menilai, penerapan UMSK bukan berarti tanpa risiko. Terutama pada industri padat karya, bukan tidak mungkin para pengusaha akan berpikir ulang untuk tetap berinvestasi di Jepara. Ujung-ujungnya, kata Syamsul, pengangguran di Kota Ukir akan meningkat.
Murianews, Jepara – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, mengaku kecolongan dengan keputusan Dewan Pengupahan yang merekomendasikan penerapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK).
Ketua Apindo Kabupaten Jepara, Ahmad Syamsul Anwar mengaku kecolongan dengan keputusan tersebut. Karena pihaknya berpikir UMSK tidak diterapkan tahun depan.
”Karena kita berpikir, kita sudah sampaikan (dalam sidang pleno Dewan Pengupahan) 6,5 persen (kenaikan Upah Minimum Kabupaten atau UMK) itu saja sudah berat. Apalagi ditambah UMSK,” kata Syamsul, Jumat (13/12/2024).
Dalam sidang tersebut, Apindo menganggap bahwa di banyak sisi teknis aturan UMSK belum diatur diatur secara detail dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 16 tahun 2024.
Misalnya tentang besaran UMSK berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Untuk itu, mengusulkan UMSK menunggu kajian lebih dulu atau sama saja tidak mengusulkan UMSK diterapkan pada tahun 2025.
Namun, dalam voting Apindo kalah dari buruh. Akhirnya Dewan Pengupahan mengabulkan permintaan buruh untuk menerapkan UMSK di tahun 2025.
Keputusan Dewan Pengupahan...
Kendati demikian, pihaknya mengaku menerima keputusan Dewan Pengupahan itu. Karena memang sudah menjadi keputusan bersama dalam sidang pleno kemarin, Kamis (12/12/2024).
”Apindo tidak menolak, karena itu undang-undang. Tetapi silahkan diberlakukan. Hanya, karena itu sektor, sektor yang mana. Ini harus ada acuan yang jelas. Tidak seperti kemarin, jadi opsinya itu menurut kajian teman-tema serikat buruh,” jelas Syamsul.
Hanya saja, pihaknya sangat menyayangkan keputusan tersebut. Karena faktanya setelah voting selesai, masih ada perdebatan terkait KBLI.
Menurut Syamsul, kajian harus dilakukan terlebih dahulu. Sehingga penghitungan berdasarkan sektor setiap KBLI bisa tepat sasaran.
”Pengusaha berpikirnya jangka panjang. Jangan sampai keputusan tanpa kajian terlebih dulu, akhirnya menimbulkan keputusan yang salah. Ini bukan persoalan angka, ini persoalan mekanisme dalam penggajian. Jadi ibaratnya, membuat rumah itu fondasinya dibuat dulu,” tegas Syamsul.
Syamsul menilai, penerapan UMSK bukan berarti tanpa risiko. Terutama pada industri padat karya, bukan tidak mungkin para pengusaha akan berpikir ulang untuk tetap berinvestasi di Jepara. Ujung-ujungnya, kata Syamsul, pengangguran di Kota Ukir akan meningkat.
Editor: Dani Agus