Sidang yang sangat alot tersebut akhirnya dimenangkan oleh para buruh, Kamis (12/12/2024) di Kantor Setda Jepara. Pimpinan sidang, Mayadina Rohmi Musfiroh, mengungkapkan bahwa dinamika dalam sidang tersebut sangat keras.
Tarik menarik kepentingan antara buruh dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sangat kuat.
”Pembahasan empat jam yang luar biasa. Ada dua arus pemikiran yang kuat. Yang satu (buruh) mengusulkan penerapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten. Yang satu (Apindo) berharap tidak perlu mengusulkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten secara buru-buru dan masih diperlukan kajian lebih dalam lagi,” ungkap Mayadina usai sidang.
Dalam argumennya, kata Mayadina, Apindo menganggap bahwa di banyak sisi teknis aturan UMSK belum diatur diatur secara detail dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 tahun 2024.
Misalnya tentang besaran UMSK berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). ”Dari pemerintah sebenarnya sudah menengahi. Patokannya kan, yang penting UMSK di atas UMK,” jelas Mayadina.
”Tapi itu tidak diterima dengan mudah oleh kedua belah pihak. Akhirnya terpaksa, untuk mengakhiri forum, jadinya harus voting. Sesuai tata tertib,” kata dia.
Murianews, Jepara – Desakan buruh Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, terkait penerapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMKS) akhirnya diamini Dewan Pengupahan. Di mana, Dewan Pengupahan pun merekomendasikan unsur tersebut dalam penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2025.
Sidang yang sangat alot tersebut akhirnya dimenangkan oleh para buruh, Kamis (12/12/2024) di Kantor Setda Jepara. Pimpinan sidang, Mayadina Rohmi Musfiroh, mengungkapkan bahwa dinamika dalam sidang tersebut sangat keras.
Tarik menarik kepentingan antara buruh dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sangat kuat.
”Pembahasan empat jam yang luar biasa. Ada dua arus pemikiran yang kuat. Yang satu (buruh) mengusulkan penerapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten. Yang satu (Apindo) berharap tidak perlu mengusulkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten secara buru-buru dan masih diperlukan kajian lebih dalam lagi,” ungkap Mayadina usai sidang.
Dalam argumennya, kata Mayadina, Apindo menganggap bahwa di banyak sisi teknis aturan UMSK belum diatur diatur secara detail dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 tahun 2024.
Misalnya tentang besaran UMSK berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). ”Dari pemerintah sebenarnya sudah menengahi. Patokannya kan, yang penting UMSK di atas UMK,” jelas Mayadina.
Mayadina mengatakan, sebenarnya pemerintah daerah sudah menawarkan angka Upah Minimum Sektoral Kabupaten sebesar 0,5 persen. Jadi total dengan kenaikan UMK sebesar 6,5 persen, yaitu 7 persen.
”Tapi itu tidak diterima dengan mudah oleh kedua belah pihak. Akhirnya terpaksa, untuk mengakhiri forum, jadinya harus voting. Sesuai tata tertib,” kata dia.
Ada Tiga Opsi...
Mayadina menyebut, ada tiga opsi usulan yang ditawarkan dalam forum. Pertama, mengusulkan UMSK dengan kenaikan 6,5 persen + 0,5 persen dari UMK 2025, jadinya upah buruh sebesar Rp 2.662.479.
Kedua, mengusulkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten menunggu kajian lebih dulu atau sama saja tidak mengusulkan UMSK diterapkan pada tahun 2025.
Ketiga, mengusulkan UMSK berdasarkan konsep dari serikat buruh. Yaitu dengan rumus 6,5 persen ditambah besaran persentase setiap sektor tersebut berdasarkan masing-masing Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
Rinciannya, sektor 1 berupa KBLI 29300 (industri suku cadang dan aksesori kendaraan bermotor roda empat atau lebih) angkanya 13 persen. Sehingga, upah buruh yang bekerja di sektor ini sebesar Rp 2.949.533 per bulan.
Sedangkan untuk sektor 2 berupa industri tekstil dan alas kaki, angkanya 10 persen. Sehingga upah buruh per bulan sebesar Rp 2.871.246.
Lalu untuk sektor 3 yaitu industri rokok putih, angkanya 7 persen. Sehingga nilai upah per bulan sebesar Rp 2.792.940.
”Dari tiga opsi itu, konsep dari buruh menjadi pemenang voting,” jelas Mayadina.
Dalam voting tersebut, 3 suara memilih opsi pertama, 5 suara untuk opsi kedua, 6 suara untuk opsi ketiga dan 1 suara abstain.
”Setelah ini, rekomendasi akan kami serahkan kepada Pj Bupati Jepara untuk kemudian dikirimkan kepada pemerintah Provinsi Jawa Tengah,” pungkas Mayadina.
Editor: Dani Agus