Hingga kini, tradisi yang digelar saban tujuh hari setelah lebaran Idulfitri itu terus terjaga.
Tradisi ini telah tercatat sejak tahun 1868 dalam jurnal Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, serta muncul dalam surat kabar Slompret Melajoe edisi Agustus 1893. Dari masa ke masa, tradisi ini terus dilestarikan, menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Kabupaten Jepara.
Menurut Wiwit, larungan ini bukan sekadar simbol. Tapi juga filosofi maritim masyarakat Jepara.
”Laut adalah sahabat. Ia bukan untuk ditakuti, tetapi dihormati dan dijaga. Inilah bentuk sedekah laut, bentuk silaturahmi, dan wujud nyata rasa syukur kami,” sambungnya.
Bupati menambahkan, bahwa tradisi ini memiliki potensi besar dalam menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Murianews, Jepara – Tradisi larungan kepala kerbau di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng) sudah berjalan sejak nenek moyang.
Hingga kini, tradisi yang digelar saban tujuh hari setelah lebaran Idulfitri itu terus terjaga.
Bupati Jepara Witiarso Utomo mengatakan, larungan kepala kerbau bukan sekadar prosesi budaya. Namun juga wujud syukur masyarakat nelayan Jepara kepada Tuhan atas hasil laut yang telah menjadi sumber penghidupan mereka.
Tradisi ini telah tercatat sejak tahun 1868 dalam jurnal Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, serta muncul dalam surat kabar Slompret Melajoe edisi Agustus 1893. Dari masa ke masa, tradisi ini terus dilestarikan, menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Kabupaten Jepara.
”Tradisi larungan kepala kerbau ini sudah ada sejak abad ke-19 silam,” sebut politisi PDI Perjuangan itu, Senin (7/4/2025).
Menurut Wiwit, larungan ini bukan sekadar simbol. Tapi juga filosofi maritim masyarakat Jepara.
”Laut adalah sahabat. Ia bukan untuk ditakuti, tetapi dihormati dan dijaga. Inilah bentuk sedekah laut, bentuk silaturahmi, dan wujud nyata rasa syukur kami,” sambungnya.
Bupati menambahkan, bahwa tradisi ini memiliki potensi besar dalam menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Lebih meriah...
Ia berencana mengemas kegiatan larungan tahun depan dengan lebih meriah, melibatkan lebih banyak pelaku budaya dan pelaku pariwisata.
”Jepara, dengan lautnya yang kaya dan budayanya yang kuat, kembali membuktikan bahwa warisan leluhur bukan hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dirayakan bersama. Di tengah arus modernisasi, Lomban adalah pengingat bahwa identitas dan rasa syukur adalah dua hal yang tak boleh hilang dari jati diri bangsa,” ujarnya.
Momen puncak terjadi saat kepala kerbau dilarung ke laut lepas. Seketika, beberapa pemuda terjun ke laut. Berenang sekuat tenaga untuk memperebutkan kepala kerbau tersebut.
Tradisi ini diyakini membawa keberkahan bagi siapa pun yang berhasil mengambilnya. Sorak-sorai pun menggema, menyatu dengan debur ombak dan semangat kebersamaan yang begitu kental terasa.
Editor: Anggara Jiwandhana