Kabid Anggaran pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Jepara (BPKAD Jepara), Ardian Danny Saputra mengklaim, defisit anggaran yang tercantum dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan Tahun Anggaran 2025 merupakan kondisi yang wajar. Defisit itu sudah ditutup melalui sumber pembiayaan yang sah.
Pihaknya menjelaskan, angka Rp 173 miliar yang kabarkan sebagai defisit di APBD Jepara 2025, sebenarnya merupakan SiLPA Tahun Anggaran 2024. Hal itu terdiri dari pelampauan pendapatan dan efisiensi belanja tahun sebelumnya.
“Berdasarkan regulasi, SiLPA tersebut memang harus digunakan kembali pada tahun anggaran berikutnya, yakni 2025,” terang Ardian.
Selain itu, lanjut Ardian, kebijakan diskon tarif listrik 50 persen tidak berdampak terhadap struktur APBD Jepara 2025. Karena pembiayaannya tidak menggunakan alokasi belanja daerah.
“Diskon listrik bukan merupakan pos belanja daerah karena kebijakan tersebut batal dilakukan sehingga tidak bisa dijadikan alasan atas terjadinya defisit,” tegasnya.
Murianews, Jepara - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2025 (APBD Jepara 2025), Jawa Tengah (Jateng) mengalami defisit hingga Rp 173 miliar. Apakah kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bagi keuangan daerah Jepara?.
Kabid Anggaran pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Jepara (BPKAD Jepara), Ardian Danny Saputra mengklaim, defisit anggaran yang tercantum dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan Tahun Anggaran 2025 merupakan kondisi yang wajar. Defisit itu sudah ditutup melalui sumber pembiayaan yang sah.
“Dalam KUA PPAS Perubahan TA 2025 memang terdapat defisit anggaran sebesar Rp259.972.363.667. Namun defisit tersebut ditutup dengan pembiayaan dari SiLPA sebesar Rp173.972.363.667 dan penerimaan pinjaman daerah sebesar Rp86 miliar,” jelas Ardian, Sabtu (5/7/2025).
Pihaknya menjelaskan, angka Rp 173 miliar yang kabarkan sebagai defisit di APBD Jepara 2025, sebenarnya merupakan SiLPA Tahun Anggaran 2024. Hal itu terdiri dari pelampauan pendapatan dan efisiensi belanja tahun sebelumnya.
“Berdasarkan regulasi, SiLPA tersebut memang harus digunakan kembali pada tahun anggaran berikutnya, yakni 2025,” terang Ardian.
Selain itu, lanjut Ardian, kebijakan diskon tarif listrik 50 persen tidak berdampak terhadap struktur APBD Jepara 2025. Karena pembiayaannya tidak menggunakan alokasi belanja daerah.
“Diskon listrik bukan merupakan pos belanja daerah karena kebijakan tersebut batal dilakukan sehingga tidak bisa dijadikan alasan atas terjadinya defisit,” tegasnya.
PAD Meningkat...
Diketahui, target pendapatan daerah APBD Jepara 2025 mengalami penurunan. Dari yang direncanakan sebesar Rp 2,513 triliun, diproyeksikan mengalami penurunan sebesar Rp 7 miliar, sehingga menjadi hanya Rp 2,505 triliun.
Soal itu, Ardian menerangkan, penurunan target pendapatan daerah dalam KUA PPAS Perubahan 2025 terutama disebabkan oleh berkurangnya transfer dari pemerintah pusat. Khususnya Dana Alokasi Umum (DAU) untuk sektor pekerjaan umum.
Sementara itu, pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan sah lainnya di APBD Jepara 2025 justru menunjukkan tren peningkatan. Kemudian, untuk belanja daerah yang direncanakan sebesar Rp 2,513 triliun, diproyeksikan mengalami kenaikan sebesar Rp 206 miliar, sehingga menjadi Rp 2,765 triliun.
Lalu penerimaan pembiayaan daerah untuk perubahan tahun anggaran 2025 diproyeksikan sebesar Rp 259 miliar yang berasal dari SilPA sebesar Rp 173 miliar, itu naik sebesar Rp 128 miliar dari penetapan APBD Jepara tahun 2025 sebesar Rp 45 miliar, serta penerimaan pinjaman daerah sebesar Rp 86 miliar dari penetapan APBD Jepara tahun 2025 yang semula Rp 0.
Editor: Budi Santoso