Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika pada Kementrian Luar Negeri (Kemlu RI), Trisani Paramita menyatakan bahwa sebagian besar pengusaha ekspor furnitur Indonesia, terutama Jepara, sangat terdampak dengan situasi geopolitik itu.
Dari berbagai keluhan para pengusaha yang diterimanya, Trisani mengungkapkan mereka terbebani dengan biaya operasional dan pengiriman logistik yang mulai dirasa meningkat. Perang Iran Israel menganggu akses pengiriman barang ekspor.
“Dampaknya terlihat pada rute pengiriman laut maupun udaranya yang terganggu,” ujar Trisani saat berkunjung ke Jepara, Selasa (8/7/2025).
Selama ini, Amerika dan Eropa telah menjadi pasar ekspor tradisional furnitur Indonesia. Namun melihat situasi geopolitik yang mencemaskan seperti saat ini, Trisani menawarkan pasar alternatif di belahan dunia lainnya.
Berdasarkan Data Economic Intelligence, sebut Trisani, terdapat enam negara yang menurutnya bisa menjadi pasar ekspor alternatif produk furniture. Masing-masing adalah Australia, Korea Selatan, India, Afrika Selatan, Malaysia, dan Dubai.
“Potensi buyer di enam negara tersebut cukup besar ya, tapi selama ini kurang kita sadari dengan potensi dari pasar tersebut. Seperti misalnya Afrika, padahal mereka sebenarnya juga perlu (produk furnitur),” ujarnya.
Murianews, Jepara - Nafas ekspor furnitur dari Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng) masih tersengal-sengal. Kondisi itu diperparah dengan adanya perang antara Iran dan Israel.
Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika pada Kementrian Luar Negeri (Kemlu RI), Trisani Paramita menyatakan bahwa sebagian besar pengusaha ekspor furnitur Indonesia, terutama Jepara, sangat terdampak dengan situasi geopolitik itu.
Dari berbagai keluhan para pengusaha yang diterimanya, Trisani mengungkapkan mereka terbebani dengan biaya operasional dan pengiriman logistik yang mulai dirasa meningkat. Perang Iran Israel menganggu akses pengiriman barang ekspor.
“Dampaknya terlihat pada rute pengiriman laut maupun udaranya yang terganggu,” ujar Trisani saat berkunjung ke Jepara, Selasa (8/7/2025).
Selama ini, Amerika dan Eropa telah menjadi pasar ekspor tradisional furnitur Indonesia. Namun melihat situasi geopolitik yang mencemaskan seperti saat ini, Trisani menawarkan pasar alternatif di belahan dunia lainnya.
Berdasarkan Data Economic Intelligence, sebut Trisani, terdapat enam negara yang menurutnya bisa menjadi pasar ekspor alternatif produk furniture. Masing-masing adalah Australia, Korea Selatan, India, Afrika Selatan, Malaysia, dan Dubai.
“Potensi buyer di enam negara tersebut cukup besar ya, tapi selama ini kurang kita sadari dengan potensi dari pasar tersebut. Seperti misalnya Afrika, padahal mereka sebenarnya juga perlu (produk furnitur),” ujarnya.
Pasar Alternatif...
Dia mengatakan, jumlah tersebut juga masih bisa bertambah. Sebab secara keseluruhan total terdapat 100 negara yang bisa menjadi pasar alternatif tujuan ekspor.
“Sehingga saat ini memang waktunya untuk kita kerja bareng meningkatkan ekspor di tengah situasi perang seperti ini,” katanya.
Sementara itu, Direktur Konsorsium Jepara Gerak, Antonius Suhandoyo merasa bahwa situasi geopolitik dan perang yang berpotensi meluas itu sangat berdampak bagi para eksportir furnitur. Dampak paling nyata adalah peta pengiriman logistik akan berubah. Otomatis, biaya pengirimannya akan membengkak.
Untuk itu, tawaran pasar alternatif untuk ekspor produk furniture tersebut sebenarnya menarik dan berpeluang. Namun pihaknya masih pesimis. Pasalnya, tidak mudah untuk menembus pasar baru.
“Perlu effort yang lebih berat. Karena tarif (impor) ke negara-negara yang mau kita tembusi juga masih jadi PR (pekerjaan rumah). Karena pajak impor mereka yang lebih tinggi. Sehingga mungkin akan menjadi hambatan,” ungkap Suhandoyo.
Untuk itu, pihaknya berharap agar pemerintah Indonesia segera membuat kesepakatan dengan negara-negara tersebut terkait tarif impor. Pihaknya pun mengajak pemerintah bekerjasama dengan para pengusaha.
“Ayo kita kerja bareng. Kalau kami bekerja sendiri, kami akan habis, effort kami habis, resource (sumberdaya) kami habis,” tandas Suhandoyo.
Editor: Budi Santoso