Pasar seperti sebuah bangunan kosong yang tidak lagi diminati, seperti dulu. Barang dagangan tidak banyak yang melirik.
Endah Susanti (44), salah satu pedagang di Pasar Bitingan menyebut, sepinya pasar sudah berlangsung lama. Ia menyatakan, pasar tradisional kalah dengan toko online.
Ia mengungkapkan, dalam setiap harinya barang dagangannya belum tentu terjual. Bahkan, sering dalam lima hari tidak ada pembeli yang mampir.
”Pasar ramai itu kalau saat puasa, menjelang lebaran. Ramai di momen itu saja. Setelah itu sepi lagi,” ungkapnya.
Setiap bulan Endah membayar retribusi sebesar Rp 40 ribu. Kalau dihitung-hitung tentu tidak bisa meraih keuntungan.
”Belum bayar listrik setiap bulan Rp 20 ribu. Lalu bayar parkir Rp 3 ribu per hari total jika sebulan berangkat terus Rp 90 ribu. Pengeluarannya lebih banyak dari pemasukan,” terangnya.
Ia berharap, pasar bisa ramai seperti dulu lagi. Pengelola pasar tidak terlalu menekan pedagang terkait pembayaran retribusi.
”Kami di paguyuban sudah menyampaikan beberapa usulan tapi terkadang tidak ditanggapi serius. Ini kondisi sepi banyak yang rusak belum diperbaiki juga,” tegasnya.
Sepinya pembeli berujung pada kosongnya kios-kios di Pasar Bitingan. Banyak kios yang ditinggal oleh pemiliknya.
Murianews, Kudus – Kondisi tidak mengenakan dialami oleh para pedagang Pasar Bitingan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Beberapa tahun ini kiosnya sepi pengunjung.
Pasar seperti sebuah bangunan kosong yang tidak lagi diminati, seperti dulu. Barang dagangan tidak banyak yang melirik.
Endah Susanti (44), salah satu pedagang di Pasar Bitingan menyebut, sepinya pasar sudah berlangsung lama. Ia menyatakan, pasar tradisional kalah dengan toko online.
”Kalau di online itu harganya bisa lebih murah, terus bisa langsung sampai rumah. Pasar di depan brak pabrik juga berpengaruh, karyawan pabrik yang dulu sering kesini sudah jarang karena ada pasar di sana,” katanya kepada Murianews.com, Rabu (24/7/2024).
Ia mengungkapkan, dalam setiap harinya barang dagangannya belum tentu terjual. Bahkan, sering dalam lima hari tidak ada pembeli yang mampir.
”Pasar ramai itu kalau saat puasa, menjelang lebaran. Ramai di momen itu saja. Setelah itu sepi lagi,” ungkapnya.
Dibalik sepinya pembeli, ia merasa terbebani dengan kebijakan retribusi pasar. Ia merasa dengan membayar secara bulanan kurang layak.
Setiap bulan Endah membayar retribusi sebesar Rp 40 ribu. Kalau dihitung-hitung tentu tidak bisa meraih keuntungan.
”Belum bayar listrik setiap bulan Rp 20 ribu. Lalu bayar parkir Rp 3 ribu per hari total jika sebulan berangkat terus Rp 90 ribu. Pengeluarannya lebih banyak dari pemasukan,” terangnya.
Ia berharap, pasar bisa ramai seperti dulu lagi. Pengelola pasar tidak terlalu menekan pedagang terkait pembayaran retribusi.
Ia menginginkan pembayaran retribusi kalau tokonya buka. Jika toko tutup tidak dihitung membayar retribusi.
”Kami di paguyuban sudah menyampaikan beberapa usulan tapi terkadang tidak ditanggapi serius. Ini kondisi sepi banyak yang rusak belum diperbaiki juga,” tegasnya.
Sepinya pembeli berujung pada kosongnya kios-kios di Pasar Bitingan. Banyak kios yang ditinggal oleh pemiliknya.
Kepala Bidang Pasar, Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus Albertus Haris Yunanto menyatakan, target retribusi pasar tahun 2024 sebesar 15,7 miliar. Hingga akhir Mei 2024 pembayaran retribusi pasar baru mencapai 2,7 miliar.
”Hitungannya, ya masih sangat jauh dari target yang ditetapkan oleh kami,” katanya kepada Murianews.com, Rabu (24/7/2024).
Ia mengungkapkan, pedagang masih lambat dalam membayar retribusi. Alasan yang diungkapkan kebanyakan karena pasar sepi.
Namun, pihaknya tetap melaksanakan aturan untuk menarik retribusi. Petugas pasar terus bergerak secara intensif untuk menarik retribusi.
Sementara itu, dalam menanggapi sepinya pasar pihaknya mengatakan memang kondisi ini terjadi di seluruh Indonesia. Ia mengungkapkan saat ini ekonomi sedang stagnan.
”Upaya yang bisa dilakukan ya memang revitalisasi, penataan pasar. Pengelolaan pasar tidak sama dengan mengelola mal, yang dikit-dikit ada diskon,” ungkapnya.
Haris menuturkan, penataan pasar pun belum tentu berhasil untuk membuat ramai lagi. Ia menyampaikan, hal lain yang bisa dilakukan adalah kampanye terkait pasar tradisional ke masyarakat,” terangnya.
Editor: Dani Agus