Rabu, 19 November 2025

Faktor kedua yang tak kalah penting, yakni budaya masyarakat. Apabila partai politik sudah mengupayakan pencalonan perempuan, tapi tingkat keterpilihannya rendah, maka bisa dimungkinkan karena stigma dan anggapan bahwa perempuan masih diragukan menjadi pemimpin.

”Ini soal mindset masyarakat. Perempuan masih sering dianggap hanya cocok di ranah domestik. Pemerintah daerah harus turut serta mendidik masyarakat soal pentingnya demokrasi yang setara gender,” tambah Bayu.

Ia juga menekankan pemberdayaan perempuan jangan hanya berfokus pada keterampilan domestik seperti memasak atau menjahit, tapi juga harus masuk ke ruang-ruang strategis seperti politik.

Ketiga adalah aspek konsekuensi. Bayu menyoroti belum adanya sanksi tegas bagi partai yang gagal memenuhi kuota caleg perempuan.

”Kalau tidak ada konsekuensi, maka tidak ada insentif atau tekanan bagi partai untuk benar-benar serius. Harus ada aturan tegas, sanksi administratif misalnya, agar keterwakilan perempuan tidak lagi sekadar formalitas,” pungkasnya.

Dengan mengatasi ketiga faktor tersebut, Bayu optimistis semangat perempuan Kudus untuk terjun ke dunia legislatif bisa tumbuh dan berkembang lebih kuat ke depan.

Editor: Zulkifli Fahmi

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler