Rabu, 19 November 2025

Murianews, BloraBawaslu Blora temukan ada sembilan anggota Panitia Pemukhtakhiran Daftar Pemilih (Pantarlih) yang terlantik bukan lulusan SMA. Mereka tersebar di empat kecamatan, yakni Kecamatan Kunduran, Kecamatan Cepu, Bogorejo, dan Ngawen.

Hasil temuan itu pun telah diserahkan ke KPU Blora. Itu diungkapkan, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Datin Bawaslu Blora Irfan Syaiful Masykur, Senin (1/7/2024).

’’Pada rekrutan badan ad-hoc petugas pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih), Kami menemukan adanya dugaan pelanggaran administrasi di beberapa Kecamatan seperti di Kecamatan Cepu, Kecamatan Ngawen, Kecamatan Kunduran dan Kecamatan Bogorejo,’’ ujarnya.

Irfan menjelaskan, salah satu syarat menjadi pantarlih adalah berpendidikan paling rendah SMA atau sederajat. Melalui Panwascam, hasil kajian dugaan pelanggaran itu telah disampaikan ke masing-masing PPK untuk ditindaklanjuti.

’’Dalam rekrutmen Pantarlih harus sesuai prosedur peraturan. Misalnya kalau ada yang mendaftar menggunakan ijazah di bawah SMA atau sedrajat, harusnya di TMS dulu, baru setelah itu memggunakan jalur seleksi yang di luar tahap 1 (satu),’’ ujarnya.

Ia pun berharap jajaran KPU Blora melakukan perekrutan badan ad-hoc sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Atas temuan itu, pihaknya pun bakal melakukan pendalaman dan klarifikasi pada yang bersangkutan.

Koordinator Divisi Sosdiklih Parmas dan SDM KPU Kabupaten Blora, Ahmad Mustakim mengatakan, hal itu sebenarnya tidak bisa disebutkan sebagai temuan. Ia berdalih Bawaslu kurang jelih atau teliti dalam menafsirkan regulasi.

Sebab menurutnya dalam regulasi ada kelonggaran bahwa Pantarlih boleh tidak berijazah SMA/sederajat. Selama itu memang mendesak. Akibat tidak terpenuhinya pendaftar yang lulusan SMA.

’’Dasarnya ada di juknis Keputusan KPU Nomor 638 tahun 2024 tentang perubahan kelima atas keputusan KPU nomor 476 tahun 2022 tentang pedoman teknis pembentukan badan Adhoc penyelenggara pemilihan umum dan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati, dan wakil bupati dan walikota dan wakil walikota,’’ imbuhnya.

Tepatnya pada Bab III mengenai Pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) pada poin 2 mengenai penjelasan persyaratan dalam poin c.

’’Disebutkan jika dalam hal pemenuhan persyaratan pendidikan paling rendah SMA/sederajat sebagaimana dimaksud tidak dapat dipenuhi, Pantarlih dapat diisi oleh orang yang mempunyai kemampuan dan kecakapan dalam membaca, menulis, dan berhitung yang dibuktikan dengan surat pernyataan,’’ paparnya.

Ia menegaskan jika bisa jadi tafsir Bawaslu kurang pas. Karena dalam regulasi itu jelas masih memperbolehkan Pantarlih tidak memiliki ijazah SMA/sederajat.

’’Itu bisa terjadi karena di wilayah tersebut tidak ada SDM yang lulusan SMA/sederajat mendaftar jadi pantarlih. (atau) Ada lulusan SMA/sederajat. Tapi mereka tidak mau daftar,’’ tambahnya.

Pihaknya pun sejak awal meminta PPK, PPS untuk patuh pada regulasi. Memenuhi standar yang ditentukan. Namun menurutnya lantaran ada problem-problem tersebut sehinggga diterapkan kelonggaran tersebut.

’’Saat Pemilu kemarin juga begitu. Ada KPPS yang tidak lulusan SMA/sederajat. Kemudian ya akhirnya pakai surat pernyataan bisa calistung,’’ tuturnya.

Editor: Zulkifli Fahmi

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler