Rabu, 19 November 2025

”Jika kabel optik ini dapat digunakan untuk mendeteksi tsunami, maka distribusi sensor bisa lebih merata ke seluruh wilayah, termasuk kawasan laut yang saat ini belum memiliki sistem deteksi,” ujarnya.

Kemampuan kabel optik mendeteksi perubahan tekanan atau gelombang bawah laut sebagai indikator awal tsunami dinilai sangat relevan, mengingat jaringannya yang sudah tersebar luas di perairan Indonesia.

Dwikorita menegaskan teknologi kabel optik bawah laut ini harus melewati serangkaian uji kelayakan dan kesesuaian dengan standar nasional sebelum dapat diintegrasikan ke dalam InaTEWS. Hal ini penting untuk memastikan akurasi dan keandalannya benar-benar teruji.

Indonesia sendiri dikelilingi oleh 13 zona megathrust, berdasarkan Peta Sumber Bahaya Gempa (PuSGen) tahun 2017.

Dua di antaranya adalah zona megathrust segmen Selat Sunda yang membentang sebagian di Selatan Jawa-Bali, serta zona megathrust Mentawai-Siberut di barat Sumatera.

Para ahli BMKG meyakini bahwa aktivitas pada zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut masih menjadi ancaman bencana terbesar yang dapat terjadi sewaktu-waktu, mengingat data menunjukkan segmen-segmen tersebut sudah ratusan tahun belum mengalami gempa besar.

”Sistem peringatan dini tsunami bukan sekadar soal teknologi, tapi juga menyangkut kecepatan respons, ketepatan informasi, dan keselamatan jutaan jiwa. Oleh karena itu, integrasi teknologi harus memenuhi standar ketat,” tegas Dwikorita.

BMKG menyatakan kesiapannya untuk memfasilitasi proses validasi dan integrasi teknologi kabel laut optik ke dalam sistem nasional. Ini merupakan bentuk dukungan terhadap kolaborasi riset dan industri yang berorientasi pada perlindungan masyarakat dari risiko bencana.

 

Komentar

Terpopuler