Aktivis Multinegara Datangi Pati, Intip Pencegahan Kekerasan Anak
Umar Hanafi
Jumat, 28 Juni 2024 18:26:00
Murianews, Pati – Sejumlah aktivis antikekerasan dari berbagai negara atau multinegara mendatangi Desa Tondomulyo, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, Jumat (28/6/24). Mereka mengintip pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah.
Para aktivis itu berbondong-bondong ke MI Miftahul Huda Tondomulyo. Sekolah tersebut dinilai memiliki sistem pembelajaran Hidup Tanpa Kekerasan (HTK) yang efektif. Diskusi mengenai pencegahan kekerasan pada anak pun digelar.
Koordinator rombongan, Petrus menerangkan para aktivis multinegara hadir tergabung dalam naungan Rumah Damai atau Peace Place yang bersekretariat di Muktiharjo, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati.
Kunjungan ke Desa Tondomulyo merupakan rangkaian Workshop Creating Culture Justice And Peace atau membangun budaya damai yang diinisiasi oleh Rumah Damai.
”Teman-teman ingin bersama-sama membangun hidup damai antar umat beragama. Kami membagikan kekuatan kebaikan dari anak anak,” ujar Petrus.
Rangkaian diskusi dibuka oleh pengurus yayasan MI Miftahul Huda, Sunadi . Ia melaporkan sekolah yang ia kelola mengadopsi metode pembelajaran yang berbasis anti kekerasan dan cinta lingkungan.
Metode tersebut digunakan karena dulu, Tondomulyo pernah mendapat predikat sebagai desa tingkat kekerasan tertinggi di Jakenan.
”Sejak 2008 daerah saya mayoritas Islam. Ketika ada nonislam masuk sangat sensitif. 2009 saya kenal Pak Petrus. Saya ingin membongkar prasangka atau pemahaman tersebut. Sekolah ini dibangun untuk membentuk karakter anak,” papar Sunadi.
Dalam sesi diskusi, Sita dari Nepal mengaku sangat hangat dan aman berada di Indonesia. Ia pun ingin mempelajari kebudayaan Indonesia yang rukun meski dari berbagai suku dan agama.
”Saya fasilitator HTK di Nepal. Saya ingin belajar bagaimana teman-teman bekerja sama dengan anak kecil,” ucapnya.
Sementara Siti Fatimah dari Myanmar mengikuti program Peace Place Pati dengan harapan mampu menyerap ilmu dan menerapkan metode anti kekerasan dari Indonesia.
”Saya dari Myanmar. Di Sana terjadi banyak kasus kekerasan seperti yang anda ketahui. Ingin belajar tentang HTK dan menerapkannya di negara saya jika ada kesempatan,” katanya.
Selain peserta dari luar negeri diskusi tersebut juga diikuti oleh berbagai masyarakat etnis di Indonesia di antaranya Nusa Tenggara Timur, Papua, Flores dan Bima. Ada juga dari unsur guru dan penyuluh agama.
Sementara peserta dari luar negeri terdiri atas aktivis dari berbagai negara di antaranya Malaysia, Filipina, Myanmar, Australia, Kamboja, Amerika Serikat, Korea, Samoa, dan Nepal.
Selain tema kekerasan para aktivis juga bertukar pikiran tenang upaya pelestarian lingkungan sungai dari negaranya masing-masing
Editor: Cholis Anwar



