Dirinya pun kesulitan mendapatkan gas melon sejak beberapa pekan. Meskipun demikian, ia menilai fenomena kelangkaan gas melon hal yang lumrah, sehingga ia tidak kaget bila mendapat kiriman maupun tidak.
”Biasa aja karena dari dulu kalau orang kecil masalah elpiji juga kaya ini, kadang ada kadang, tidak ada sudah menjadi hal yang biasa. Tidak adanya kerugian, karena udah terbiasa kadang ada barangnya dan kadang-kadang tidak ada,” ungkap Yayang.
Dengan nada pasrah bahkan ia mengungkapkan bahwa harga elpiji 3 kilogram kerap melonjak tinggi. Oleh karenanya, ia malah berpikir jika adanya subsudi gas elpiji tetap menekan ekonomi masyarakat kecil.
”Lebih baik dicabut aja subsidinya. Karena meski disubsidi, akan tetapi harganya sampai pasaran melonjak,” pungkasnya.
Murianews, Pati – Pengecer gas Elpiji 3 kg alias gas melon di Kabupaten Pati mengeluhkan sulitnya menjadi pangkalan. Pasalnya, syarat untuk menjadi pangkalan dinilai terlalu ribet.
Menurut salah seorang pengecer gas melon asal Desa Kebowan, Kecamatan Winong, Kabupaten Pati, Yayang, banyak berkas administrasi yang harus disiapkan oleh si penjual.
”Menurut saya mendorong pengecer jadi pangkalan sepertinya bagus, tetapi kalau administrasinya masih sama seperti tahun-tahun yang dulu dirasa pengecer keberatan,” tutur dia, Jumat (14/2/2025).
Pihaknya mengaku siap andaikan melayani konsumen sebagai pangkalan. Hanya saja, ia tak mau repot harus melampirkan berkas ini dan itu demi menjadi pangkalan gas melon.
”Aslinya siap, karena tentunya merasa iba melihat kondisi banyak masyarakat yang antre ketika mau membeli gas melon. Tetapi masalah administrasi terlalu rumit, banyak menyita waktu karena harus ngurusin KK (Kartu Keluarga) per anggota keluarga dan lain-lain untuk menjadi pangkalan,” keluh dia.
Sebagai seorang pengecer, dirinya biasa menyediakan 10 hingga 15 tabung gas melon per pekan. Belasan gas melon itu diperoleh dari kiriman pangkalan.
Namun lantaran, sejak adanya aturan pengecer tidak boleh mendistribusikan gas melon, dirinya sudah tidak mendapat stok. Meskipun, aturan itu sudah dicabut.
”Biasanya tiap minggu nyetok antara 10 hingga 15 tabung gas, itu aja kalau dikasih kalau sulit seperti ini tidak dikasih. Biasanya memasoknya tergantung ada atau tidaknya barang,” ujar dia.
Sulit dapat gas...
Dirinya pun kesulitan mendapatkan gas melon sejak beberapa pekan. Meskipun demikian, ia menilai fenomena kelangkaan gas melon hal yang lumrah, sehingga ia tidak kaget bila mendapat kiriman maupun tidak.
”Biasa aja karena dari dulu kalau orang kecil masalah elpiji juga kaya ini, kadang ada kadang, tidak ada sudah menjadi hal yang biasa. Tidak adanya kerugian, karena udah terbiasa kadang ada barangnya dan kadang-kadang tidak ada,” ungkap Yayang.
Dengan nada pasrah bahkan ia mengungkapkan bahwa harga elpiji 3 kilogram kerap melonjak tinggi. Oleh karenanya, ia malah berpikir jika adanya subsudi gas elpiji tetap menekan ekonomi masyarakat kecil.
”Lebih baik dicabut aja subsidinya. Karena meski disubsidi, akan tetapi harganya sampai pasaran melonjak,” pungkasnya.
Editor: Cholis Anwar