Lagu ’Sukatani’ menjadi pembuka panggung band Sukatani yang fenomenal baru-baru ini. Ratusan penonton yang kebanyakan anak punk memadati bagian depan panggung. Mereka tampak asik menikmati lagu-lagu Sukatani.
”Pelajaran yang kami dapat tentang perjuangan kawan-kawan menjadi inspirasi kami,” ujar gitaris Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti di sela-sela pergantian lagu.
Suasana makin panas. Joget ala anak punk menghiasi penampilan Sukatani. Hingga lagu terakhir, Gelap Gempita membawa para penonton mamasuki waktu maghrib. Penonton akhirnya bubar tanpa menikmati lagu ’Bayar, Bayar, Bayar’.
Murianews, Pati – Band Sukatani sempat diminta menyanyikan lagu andalan mereka yang sempat viral ’Bayar Bayar Bayar’ di panggung Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) di Omah Sonokeling, Desa Gadudero, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Senin (21/4/2025).
Kehadiran mereka merupakan aksi solidaritas atas perjuangan masyarakat di Pegunungan Kendeng dalam menolak pendirian pabrik semen, tambang hingga penggundulan hutan yang merusak lingkungan. Sukatani naik panggung usai band Usman and The Blackstone tampil.
Lagu ’Sukatani’ menjadi pembuka panggung band Sukatani yang fenomenal baru-baru ini. Ratusan penonton yang kebanyakan anak punk memadati bagian depan panggung. Mereka tampak asik menikmati lagu-lagu Sukatani.
”Pelajaran yang kami dapat tentang perjuangan kawan-kawan menjadi inspirasi kami,” ujar gitaris Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti di sela-sela pergantian lagu.
Di kesempatann itu para penonton meminta Sukatani untuk menyayangi lagu yang sempat viral, ’Bayar, Bayar, Bayar.’ Namun permintaan para penonton tidak digubris. Band Sukatani terus menyayangikan beberapa lagu.
Suasana makin panas. Joget ala anak punk menghiasi penampilan Sukatani. Hingga lagu terakhir, Gelap Gempita membawa para penonton mamasuki waktu maghrib. Penonton akhirnya bubar tanpa menikmati lagu ’Bayar, Bayar, Bayar’.
Nyawiji Bumi...
Sebagai informasi, acara yang bertajuk Nyawiji Bumi ini merupakan acara JMPPK untuk memperingati Hari Kartini, Hari Bumi sekaligus Halal Bihalal. Selain Sukatani dan Usman and The Blackstone, berbagai kesenian ikut unjuk gigi.
Di antaranya, Kiai Budi, pembacaan puisi alam, lamporan, selawatan, brokohan hingga dialog interaktif. Mereka berbagi panggung dan menyuarakan ’Kendeng Lestari’.
”Dengan rusaknya gunung, menjadikan kurangnya debit air. Kemudian kalau itu terjadi ibulah (Bumi) yang merasakan,” ungkap Ketua JMPPK Gunretno kepada Murianews.com.
Dirinya juga menegaskan masih adanya Kartini Kendeng yang masih berani memperjuangkan Pegunungan Kendeng. Kartini Kendeng ini sempat mengecor kaki di depan Istana Presiden.
”Berani mengecor kaki, berani memperjuangkan Kendeng, berani mati. Karena memikirkan daripada kedepan Indonesia dibelenggu semen yang sudah over produksi sejak tahun 2014. Maka jangan belenggu anak kami, belenggu lah kaki kami,” pungkasnya usai pentas Sukatani.
Editor: Budi Santoso