Namun sayangnya, Kapolresta Pati AKBP Jaka Wahyudi tak menemui mereka. Pihaknya pun berharap kepada pihak kepolisian untuk segera mengusut kasus ini.
”Ini pelanggaran Pidana. Sekali ini tidak ada yang dipidanakan, jelas ini pembiaran. Padahal ada kerusakan lingkungan,” pungkas dia.
Murianews, Pati – Sebanyak 13 tambang ilegal Galian C di Pegunungan Kendeng Utara, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dilaporkan ke Polresta Pati. Ke-13 tambang ini dinilai merusak lingkungan karena aktivitas tambang ilegal mereka.
Laporan ini dilayangkan oleh gerakan Sukolilo Bangkit pada 10 April 2025 lalu. Mereka pun kini kemudian mendatangi Mapolresta untuk menanyakan laporan yang tak kunjung ditangani, Senin (2/6/2025).
”Hari ini teman-teman dari Sukolilo yang mewakili sekian ratusan orang ingin bertemu Pak Kapolresta berhubungan dengan tindak pidana Penambangan liar yang dilakukan di Desa Baleadi, Kedungwinong, Wegil, dan di semua wilayah Sukolilo dan Kayen,” ujar Kuasa hukum Sukolilo Bangkit, Nimerodin Gulo.
Ia menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan tanpa izin tersebut jelas termasuk unsur pidana. Sehingga menurutnya, laporan ini perlu segera ditindaklanjuti oleh pihak Aparat Penegak Hukum (APH).
”Jelas ada (unsur pidana). Orang buta tahu kalau itu pidana. Apalagi polisi. Yang saya tanya ini polisi membiarkan atau memang belum tahu. Tapi saya kalau tidak tahu, di lapangan setiap hari ada polisi. Ada Polsek Sukolilo di sana,” tegas.
Sementara itu, tokoh Sukolilo Bangkit, Gunretno menyebutkan bahwa ada 17 pertambangan di Sukolilo dan Kecamatan Kayen. Dari jumlah itu, 13 tambang di antaranya tak mengantongi izin.
Masih beroperasi...
Bahkan, ia menyebut tambang-tambang ilegal tersebut saat ini masih terus beroperasi. Namun, kondisi tersebut masih terus dibiarkan padahal berdampak terhadap lingkungan.
Namun sayangnya, Kapolresta Pati AKBP Jaka Wahyudi tak menemui mereka. Pihaknya pun berharap kepada pihak kepolisian untuk segera mengusut kasus ini.
”Ini pelanggaran Pidana. Sekali ini tidak ada yang dipidanakan, jelas ini pembiaran. Padahal ada kerusakan lingkungan,” pungkas dia.
Editor: Anggara Jiwandhana