Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus, Nuryanto mengatakan, jumlah 47 kasus AKB tergolong banyak. Ia menyampaikan rata-rata penyebabnya karena ibu hamil terlalu lelah bekerja.
”Mayoritas karena kelelahan ketika bekerja dengan kondisi sedang hamil. Ibu-ibu saat ini kan sejak pagi bekerja sampai malam baru pulang kerja. Terkadang konsumsi makannya juga tidak teratur dan belum memenuhi kandungan gizi,” katanya, Kamis (3/7/2025).
Nuryanto menyampaikan kejadian AKB kerap dialami ibu-ibu muda yang baru pertama kali melahirkan. Atau setidaknya hamil anak kedua. Mereka terkadang sibuk bekerja sehingga tidak mengontrol kandungannya di puskesmas maupun rumah sakit.
Faktor penyebab lainnya yakni menikah di usia yang masih muda. Biasanya di bawah usia 20 tahun. Bahkan beberapa di antaranya ada kasus terjadi pendarahan.
”Kebanyakan yang mengalami AKB ibu-ibu kehamilan pertama dan kedua. Selain terlalu sibuk bekerja, mereka tidak kontrol kehamilan ke puskesmas. Padahal seharusnya kontrol di puskesmas enam kali dalam setahun,” sambungnya.
Mundur satu tahun, pada 2024 jumlah AKB mencapai 56 kasus. Meski tahun 2025 ini jumlah AKB lebih sedikit namun pihak DKK Kudus memberikan perhatian.
”Kami sarankan periksa di puskesmas. Nantinya pihak puskesmas juga menyediakan susu apabila memang dibutuhkan ibu hamil. Kami juga sediakan tablet tambah darah untuk mengatasi anemia dan itu gratis,” terangnya.
Murianews, Kudus – Angka kematian bayi di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah tercatat mencapai 47 kasus terhitung sejak Januari 2025 hingga Juni 2025. Kesibukan ibu hamil disertai pola konsumsi makanan disinyalir menjadi penyebabnya.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus, Nuryanto mengatakan, jumlah 47 kasus AKB tergolong banyak. Ia menyampaikan rata-rata penyebabnya karena ibu hamil terlalu lelah bekerja.
”Mayoritas karena kelelahan ketika bekerja dengan kondisi sedang hamil. Ibu-ibu saat ini kan sejak pagi bekerja sampai malam baru pulang kerja. Terkadang konsumsi makannya juga tidak teratur dan belum memenuhi kandungan gizi,” katanya, Kamis (3/7/2025).
Nuryanto menyampaikan kejadian AKB kerap dialami ibu-ibu muda yang baru pertama kali melahirkan. Atau setidaknya hamil anak kedua. Mereka terkadang sibuk bekerja sehingga tidak mengontrol kandungannya di puskesmas maupun rumah sakit.
Faktor penyebab lainnya yakni menikah di usia yang masih muda. Biasanya di bawah usia 20 tahun. Bahkan beberapa di antaranya ada kasus terjadi pendarahan.
”Kebanyakan yang mengalami AKB ibu-ibu kehamilan pertama dan kedua. Selain terlalu sibuk bekerja, mereka tidak kontrol kehamilan ke puskesmas. Padahal seharusnya kontrol di puskesmas enam kali dalam setahun,” sambungnya.
Mundur satu tahun, pada 2024 jumlah AKB mencapai 56 kasus. Meski tahun 2025 ini jumlah AKB lebih sedikit namun pihak DKK Kudus memberikan perhatian.
”Kami sarankan periksa di puskesmas. Nantinya pihak puskesmas juga menyediakan susu apabila memang dibutuhkan ibu hamil. Kami juga sediakan tablet tambah darah untuk mengatasi anemia dan itu gratis,” terangnya.
Suami Ikut Mendampingi...
Pihaknya juga meminta agar suami ikut serta mendampingi istri. Caranya dengan memperhatikan kondisi kehamilan dan memantau asupan makanan bagi istrinya yang sedang hamil.
”Dorongan suami penting untuk menguatkan faktor psikis istrinya yang sedang hamil. Suami juga dapat mengantar kontrol istrinya ke puskesmas. Di puskesmas juga ada dokter kandungan dan dokter anak,” ujarnya.
Pemberian gizi juga menjadi saran yang harus diterapkan oleh ibu hamil. Mengonsumsi makanan bergizi harus menjadi pola hidup yang dibiasakan sejak kehamilan.
”Konsumsi makan bergizi wajib dilakukan oleh ibu hamil. Makanan harus mengandung protein dan karbohidrat. Selain itu juga ditambah dengan sayuran dan buah-buahan,” imbuhnya.
Editor: Zulkifli Fahmi