Penggunaan frasa ”orang lain” dalam pasal di UU ITE disebut kerap dianggap menjadi pasal karet.
Untuk itu, MK menyatakan pasal 27A UU ITE tidak memiliki penjelasan seperti KUHP yang tegas menyatakan pencemaran nama baik hanya berlaku jika korbannya merupakan individu bukan lembaga atau sekelompok orang.
”Oleh karena terdapat adanya ketidakjelasan batasan frasa 'orang lain' dalam Pasal 27A UU 1/2024 yang diserang kehormatan atau nama baiknya, maka norma pasal a quo rentan untuk disalahgunakan,” ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih.
Ia mengatakan, tidak masuk akal ketika institusi yang harus diwakili oleh seseorang diberlakukan dengan menggunakan ketentuan Pasal 27A UU 1/2024.
MK pun menegaskan, yang dimaksud dari ”orang lain” dalam Pasal 27A UU ITE adalah individua tau perseorangan. Penegasan itu disampaikan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan apparat penegak hukum dalam menerapkannya.
Murianews, Jakarta – Institusi pemerintah, korporasi, profesi, maupun jabatan tak bisa lagi menggunakan UU ITE untuk melaporkan dugaan pencemaran nama baik.
Itu tertera dalam Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang dilihat pada Kamis (1/5/2025). Putusan itu telah dibacakan, Selasa (29/4/2025).
Dalam putusannya, MK menyatakan UU ITE hanya bisa digunakan individu untuk melaporkan dugaan pencemaran nama baik.
Diketahui, aktivis Karimunjawa Jepara, Daniel Frits Maurits Tangkilisan menggugat UU ITE ke MK. Dalam petitumnya, ia menggugat Pasal 27A UU ITE, Pasal 45 ayat (4) UU ITE, Pasal 28 ayat (2) UU ITE, hingga Pasal 45A ayat (2) UU ITE.
Ia mengebut, pasal-pasal itu belum memberikan kepastian hukum dalam penanganan perkara UU ITE, khususnya pencemaran nama baik. Daniel yang pernah menjadi menjalani hukuman karena UU ITE itu pun meminta MK mengubah pasal-pasal itu.
Sidang Putusan MK akhirnya memutuskan gugatan tersebut dikabulkan sebagian, sehingga beberapa pasal yang digugat Daniel pun diubah MK.
Ada beberapa pertimbangan yang membuat MK mengabulkan sebagian gugatan UU ITE sebagaimana dilayangkan Daniel.
Di antaranya, MK menyatakan, UU ITE memberi batasan mana yang merupakan domain publik dan yang melanggar privasi individu dalam ranah digital.
Pasal Karet...
MK juga menyebut, UU ITE ditujukan untuk mencegah penyalahgunaan kebebasan berpendapat, seperti penyebaran informasi palsu atau hoax yang dapat merugikan Masyarakat.
Penggunaan frasa ”orang lain” dalam pasal di UU ITE disebut kerap dianggap menjadi pasal karet.
Untuk itu, MK menyatakan pasal 27A UU ITE tidak memiliki penjelasan seperti KUHP yang tegas menyatakan pencemaran nama baik hanya berlaku jika korbannya merupakan individu bukan lembaga atau sekelompok orang.
”Oleh karena terdapat adanya ketidakjelasan batasan frasa 'orang lain' dalam Pasal 27A UU 1/2024 yang diserang kehormatan atau nama baiknya, maka norma pasal a quo rentan untuk disalahgunakan,” ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih.
Ia mengatakan, tidak masuk akal ketika institusi yang harus diwakili oleh seseorang diberlakukan dengan menggunakan ketentuan Pasal 27A UU 1/2024.
MK pun menegaskan, yang dimaksud dari ”orang lain” dalam Pasal 27A UU ITE adalah individua tau perseorangan. Penegasan itu disampaikan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan apparat penegak hukum dalam menerapkannya.
”Oleh karena itu, dikecualikan dari ketentuan Pasal 27A UU 1/2024 apabila yang menjadi korban pencemaran nama baik bukan individu atau perseorangan, melainkan lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas yang spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan,” sambungnya.