“Di dalam persidangan, majelis hakim tidak menemukan adanya hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan/atau alasan pemaaf. Serta terdakwa bertanggungjawab, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan harus dijatuhi pidana,” ucap Hakim Erven dalam persidangan, Rabu (2/7/2025).
Dalam memutuskan vonis perkara penembakan guru Madrasah tersebut, majelis hakim menimbang berbagai hal yang meringankan maupun memberatkan. Alasan yang memberatkan bagi majelis hakim, adalah, perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat.
Menurut hakim, tindakan penembakan dengan senjata airgun tersebut berpengaruh kepada korban dan keluarganya. Bahkan membuat rasa tidak aman dan gangguan ketertiban umum.
“Pengadilan melihat dan mengakui dampak sosial yang lebih luas dari perbuatan tersebut,” ungkap Erven.
Selain itu, berdasarkan fakta persidangan perkara penembakan guru madrasah ini, Erven menyebut terdakwa telah menyimpan senjata airgun. Fakta ini disimpulkan majelis hakim sebagai senjata api tanpa mendapatkan izin pihak berwenang.
Murianews, Jepara - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara memvonis penembak guru madrasah lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Majelis hakim mempertimbangkan berbagai alasan yang meringankan. Salah satunya terdakwa dinilai bertindak sopan.
Hakim ketua PN Jepara, Erven Langgeng Kaseh yang didampingi hakim anggota Parlin Mangatas Bona Tua dan Jimmy Andreas Low memvonis terdakwa Mar’i Muhammad Riza dengan hukuman penjara 1 tahun 4 bulan dikurangi masa tahanan sekitar 7 bulan di perkara penembakan guru Madrasah ini.
“Di dalam persidangan, majelis hakim tidak menemukan adanya hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan/atau alasan pemaaf. Serta terdakwa bertanggungjawab, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan harus dijatuhi pidana,” ucap Hakim Erven dalam persidangan, Rabu (2/7/2025).
Dalam memutuskan vonis perkara penembakan guru Madrasah tersebut, majelis hakim menimbang berbagai hal yang meringankan maupun memberatkan. Alasan yang memberatkan bagi majelis hakim, adalah, perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat.
Menurut hakim, tindakan penembakan dengan senjata airgun tersebut berpengaruh kepada korban dan keluarganya. Bahkan membuat rasa tidak aman dan gangguan ketertiban umum.
“Pengadilan melihat dan mengakui dampak sosial yang lebih luas dari perbuatan tersebut,” ungkap Erven.
Selain itu, berdasarkan fakta persidangan perkara penembakan guru madrasah ini, Erven menyebut terdakwa telah menyimpan senjata airgun. Fakta ini disimpulkan majelis hakim sebagai senjata api tanpa mendapatkan izin pihak berwenang.
Hal Meringankan...
Sementara itu, majelis hakim juga mempertimbangkan berbagai hal yang meringankan terdakwa dalam perkara penembakan ini. Terdakwa bersikap sopan dan jujur, dalam menerangkan perbuatannya di persidangan.
“Faktor ini menerangkan, sikap dan perbuatannya di persidangan. Perilaku ini secara langsung merupakan sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana. Perilaku semacam ini dapat diartikan sebagai indikasi penyesalan, kerjasama dalam proses peradilan dan kesediaan untuk menerima tanggungjawab atas tindakannya,” jelas Erven.
Erven mengatakan, dalam persidangan perkara penembakan ini terungkap, terdakwa menyerahkan diri dan menyerahkan senjata airgun kepada pihak Kepolisian diantar oleh orang tuanya. Ini dilakukan setelah peristiwa penembakan terhadap guru madrasah bernama Eko Hadi Santoso itu terjadi.
Selain itu, lanjut Erven, terungkap pula di persidangan perkara penembakan ini, keluarga korban beberapa kali mendatangi rumah korban untuk meminta maaf. Korban tidak memaafkannya dan meminta proses hukum tetap berjalan.
Kemudian, majelis hakim juga melihat terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Faktor itu berhubungan dengan riwayat hidup, keadaan sosial dan ekonomi yang berdasarkan kemanusiaan mengakui potensi efek berantai dari hukuman pidana terhadap terdakwa.
“Majelis hakim secara eksplisit mempertimbangkan dampak sosial yang lebih luas dari keputusan terhadap terdakwa. Mengakui bahwa hukuman yang berat dapat secara tidak proporsional berdampak kepada keluarga yang tidak bersalah,” ujar Erven.
Keterbataan Fisik...
Tak hanya itu, majelis hakim juga melihat, terdakwa perkara penembakan ini memiliki keterbatasan fisik berupa luka permanen pada kaki akibat kecelakaan. Sehingga dalam kurun waktu bulan tertentu, harus mengeluarkan cairan atau nanah dari betisnya. Agar tidak terinfeksi lebih lanjut, maka perlu perawatan medis.
“Meski tidak menghalangi perbuatan pidana terdakwa, tetapi kondisi tersebut dapat mempengaruhi kemampuan pelaku untuk menjalani hukuman secara efektif. Sehingga mempengaruhi keberadaan fisik dan mentalnya di tahanan,” imbuh Erven.
Majelis hakim juga mempertimbangkan, terdakwa belum pernah melakukan pelanggaran hukum. Dalam persidangan perkara penembakan ini, terdakwa juga menunyampaikan penyesalannya. Itu terlihat dari tutur bahasa dan sikap perilakunya.
“Terlepas apakah itu berasal dari hati nuraninya atau kepura-puraan, majelis hakim berpendapat terdakwa tidak terlepas dari rasa bersalah akibat perbuatannya. Dan ini berakibat pada nama baik keluarga dan keluarga besarnya,” kata dia.
Editor: Budi Santoso