Isu ini muncul setelah beredarnya Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Dokumen Perencanaan Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, termasuk pasir besi.
Dalam Kepmen itu terdapat peta sebaran lokasi dan klaster lokasi pembersihan hasil sedimentasi di laut dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut. Peta itu memperlihatkan perairan di Kabupaten Pati sebelah utara masuk sebagai lokasi sedimentasi di perairan Morodemak dan sekitarnya.
Husaini menilai Kepmen ini bisa menjadi jalan bagi pengusaha tambang untuk mengeruk pasir besi di laut Pati. Namun, sayangannya hingga saat ini, nelayan yang ditemuinya tidak mengetahui isu tersebut.
”Kalau tambang pasir besi di Tayu itu adalah proyeknya kementerian dan lokasinya sudah di-plot, digaris oleh Jakarta, menurut saya kementrian harus ngecek ke lapangan. Nelayan yang saya tanya mereka tidak tahu operasi yang akan dilakukan,” kata Husaini kepada Murianews.com, Senin (14/10/2024).
Ketidaktahuan para nelayan ini membuatnya meyakini belum ada sosialisasi ke masyarakat tentang tambang pasir besi di laut Pati. Padahal, lokasi peta di dalam Kepmen Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024 itu merupakan wilayah tanggap nelayan tradisional di Bumi Mina Tani.
”Harus dipastikan bahwa tempat itu digunakan masyarakat sebagai apa. Apakah tidak ada fungsinya atau tempat berkembangnya rajungan atau tempat mencari ikan nelayan tradisional,” ungkap dia.
Murianews, Pati – Isu tambang pasir besi di Laut Pati muncul akhir-akhir ini. Pemerhati lingkungan Kabupaten Pati, Husaini menyatakan bila proyek ini direalisasikan dikhawatirkan mengancam keberlangsungan nelayan lokal.
Isu ini muncul setelah beredarnya Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Dokumen Perencanaan Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, termasuk pasir besi.
Dalam Kepmen itu terdapat peta sebaran lokasi dan klaster lokasi pembersihan hasil sedimentasi di laut dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut. Peta itu memperlihatkan perairan di Kabupaten Pati sebelah utara masuk sebagai lokasi sedimentasi di perairan Morodemak dan sekitarnya.
Husaini menilai Kepmen ini bisa menjadi jalan bagi pengusaha tambang untuk mengeruk pasir besi di laut Pati. Namun, sayangannya hingga saat ini, nelayan yang ditemuinya tidak mengetahui isu tersebut.
”Kalau tambang pasir besi di Tayu itu adalah proyeknya kementerian dan lokasinya sudah di-plot, digaris oleh Jakarta, menurut saya kementrian harus ngecek ke lapangan. Nelayan yang saya tanya mereka tidak tahu operasi yang akan dilakukan,” kata Husaini kepada Murianews.com, Senin (14/10/2024).
Ketidaktahuan para nelayan ini membuatnya meyakini belum ada sosialisasi ke masyarakat tentang tambang pasir besi di laut Pati. Padahal, lokasi peta di dalam Kepmen Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024 itu merupakan wilayah tanggap nelayan tradisional di Bumi Mina Tani.
”Harus dipastikan bahwa tempat itu digunakan masyarakat sebagai apa. Apakah tidak ada fungsinya atau tempat berkembangnya rajungan atau tempat mencari ikan nelayan tradisional,” ungkap dia.
Bila Proses Sosialisasi.....
Bila proses sosialisasi tersebut tidak dilakukan, Husaini menilai pemerintah sudah melakukan pelanggaran sebelum proyek tersebut dijalankan. Nelayan dikhawatirkan kehilangan wilayah tangkap ikan bila tidak ada kejelasan.
”Kalau itu tidak dilakukan, maka itu pelanggaran pertama yang dilakukan pemerintah adalah tidak mengkomunikasikan dan tidak mengecek fungsi wilayah untuk tambang pasir itu. Dia harus ngomong kepada tuan rumah, mulai manfaat hingga resikonya,” tutur dia.
Husaini menganggap isu kemanusiaan ini salah satu isu yang penting sebelum merambat ke isu kerusakan lingkungan dan dampak lingkungan lainnya akibat penambangan pasir besi di laut Pati.
”Isu manusianya, fungsi awal perlu diperhatikan pemerintah. Dengan masyarakat lokal yang perlu dipahami,” pungkas dia.
Editor: Budi Santoso