Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jepara – Sebagian masyarakat Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, sudah menyatakan sikap menolak rencana penambangan pasir laut. Sikap itu mendapatkan dukungan dari guru besar dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Dr Ir Dietriech G Bengen.

Kepala Divisi Hidrobiologi Laut dan peneliti senior Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan itu mengakui terlibat dalam penentuan pengelolaan hasil sedimen atau pasir laut yang di keruk.

Saat itu, pokja yang bekerja di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan kajian terlebih dahulu sebelum akhirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut diterbitkan.

Dalam kajian pada 2023 lalu ada empat lokasi prioritas, yakni perairan Kepulauan Karimun Provinsi Kepulauan Riau, perairan Morodemak Kabupaten Demak, perairan Kenjeran Surabaya, dan perairan Balikpapan. Sedimen di empat lokasi itu dikeruk di laut yang datang dari sungai.

Khusus di perairan Morodemak, Dietriech beralasan pengerukan sedimentasi perlu dilakukan. Sebab, sedimentasi yang ada telah menghambat aktivitas nelayan. Selain itu, di sana dipastikan sedimentasi yang ada adalah lumpur.

’’Bukan pasir,’’ tegas Profesor Dietriech saat ditemui Murianews.com di Hotel D’Season Bandengan Jepara, Selasa (1/1/2024).

Sedimentasi itu nantinya bisa digunakan untuk kebutuhan reklamasi atau pengurukan proyek tol. Selain juga untuk membantu akses nelayan agar kapalnya tak susah berlayar.

Ia menegaskan, tak ada perairan Jepara dalam kajian yang dilakukannya. Pihaknya hanya menyebut perairan Morodemak, itu pun sedimen lumpur yang dikeruk.

’’Saya tidak tahu, kok tiba-tiba sampai Jepara dan Pati Juga. Mungkin di pokja lain ada perubahan, saya tidak tahu,’’ kata Profesor Dietriech.

Dietriech menyebutkan, berdasarkan regulasi yang ada, ambang batas minimal sedimentasi laut yang boleh diambil yaitu 50 juta meter kubik. Dengan kedalaman pengerukan 3 meter.

Namun, dalam keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 16 Tahun 2024 tersebut, KKP mengalokasikan 7 wilayah perairan pesisir untuk dikeruk atau ditambang pasir lautnya.

Total volumenya 17.658.472.714,44 meter kubik dan total luasan 5.886.157.571,48 meter persegi atau sekitar ± 588.615,76 ha.

Mendapati itu, Dietriech mengaku terkejut. Apalagi pemerintah bertujuan untuk kebutuhan ekspor.

Ia pun tak bisa membayangkan berapa kedalaman yang bakal dikeruk. Yang tentunya akan berdampak buruk bagi lingkungan dan ekosistem. Dietriech pun memastikan, di dalam kajian pokja luasannya tidak sebesar itu.

’’Tapi kalau arahnya ekspor, enggak ada orang mau ekspor lumpur. Pasti pasir. Nah, di situ permasalahannya. Maka saya tidak setuju kalau kita berbicara ekspor pasir,’’ jelas Profesor Dietriech.

Untuk itu, Profesor Dietriech mendukung sikap sebagian masyarakat Jepara yang menolak tambang pasir laut itu. Sebab aktivitas itu akan berdampak buruk bagi ekosistem dan lingkungan.

’’Masyarakat harus mengawal itu. Kalau tujuannya baik untuk masyarakat, harus kita awasi. Kalau tujuannya untuk ekspor, itu umumnya masyarakat tidak akan mendapatkan manfaat. (Masyarakat Jepara menolak tambang pasir laut) Itu sudah tepat,’’ tandas Profesor Dietriech.

Editor: Zulkifli Fahmi

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler