Setelah yakin dengan temuannya ini, Ia pun langsung mengirimkan paper ke panitia lomba. Desember akhir presentasi via zoom dan 10 Januari 2025 diumumkan pemenangnya. Syifa berhasil menyabet peringkat kedua dengan minuman antikankernya tersebut.
Inovasinya ini mengalahkan ratusan inovasi yang didaftarkan secara daring ke institusi khusus research tersebut.
”Tentu senang. Ke depan jika diberi kesempatan saya ingin mengembangkan prototype dari daun corona ini, kan juga perlu diuji BPOM dan kandungan klinisnya agar lebih sahih, jadi tentu kami tidak akan berhenti sampai di sini,” tutupnya.
Murianews, Kudus – Namanya adalah Syifa Maharani. Siswi kelas X-B MA Qudsiyyah Putri Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang berhasil mengembangkan minuman untuk obat kanker otak berbahan dasar herbal.
Ia, mengolah daun corona alias daun gempol menjadi sebuah minuman lezat yang dinilai bisa mematikan sel-sel kanker di otak. Hasil research-nya ini pun mendapat peringkat kedua di kejuaraan International Youth Invention and Innovation Fair di bulan Desember 2024 kemarin.
Ia berhasil mengalahkan perwakilan dari sekolah-sekolah seperti dari negara Thailand dan negara tetangga lainnya.
Kepada Murianews.com, Syifa pun menceritakan awal mula penelitiannya tersebut dan caranya bisa memenangi perlombaan internasional itu.
”Awalnya mencari ide, pakai tanaman apa ya yang bisa bermanfaat untuk dibuat obat, karena sebenarnya saya ingin menciptakan obat yang enak untuk dikonsumsi, kan biasanya obat itu nggak enak, nah tujuan awal saya itu menciptakan obat untuk enak dikonsumsi,” ujarnya.
Tanaman-tanaman di sekitar rumahnya pun dibedah satu per satu. Hingga bertemulah dia dengan Pohon Gempol alias daun corona ini.
Nauclea Orientalis...
Tanaman yang digunakan Syifa ini sejatinya pernah viral saat virus Covid-19 melanda Indonesia. Bentuk buahnya yang memang mirip virus Covid-19 menjadikannya booming pada saat itu.
Beruntungnya, guru pembimbing Syifa, Febrina Icha, pernah melakukan penelitian tentang kandungan dan anatomi dari tanaman dengan nama ilmiah Nauclea orientalis tersebut.
”Lalu kami mulai membedah kandungan daunnya, kami cari kandungannya ada apa saja, kami bawa ke Laboratorium Unnes dan ketemulah kandungan-kandungannya. Ada satu kandungan yang bisa digunakan untuk antikanker, yakni flavonoid,” kata Syifa.
Berbekal hasil lab inilah, dia dan guru pembimbingnya mulai melakukan research lanjutan.
Pengumpulan jurnal, uji coba mengekstrak flavonoid di daun corona menjadi bubuk yang bisa dibuat minuman dan mencari kombinasi dan takaran yang agar daun gempol tersebut bisa menjadi minuman yang enak penghancur sel kanker ia lakukan dalam kurun waktu tiga bulan.
Uji coba pertamanya kurang berjalan mulus. Rasa dari minumannya hambar dan ia mencoba kembali.
”Saya coba sendiri, yang pertama itu hambar, terus kami tambahkan maltodextrin, itu gula alami, tapi terlalu kental, akhirnya percobaan keempat baru bisa ketemu komposisi yang pas,” sambungnya.
Sabet peringkat kedua...
Setelah yakin dengan temuannya ini, Ia pun langsung mengirimkan paper ke panitia lomba. Desember akhir presentasi via zoom dan 10 Januari 2025 diumumkan pemenangnya. Syifa berhasil menyabet peringkat kedua dengan minuman antikankernya tersebut.
Inovasinya ini mengalahkan ratusan inovasi yang didaftarkan secara daring ke institusi khusus research tersebut.
”Tentu senang. Ke depan jika diberi kesempatan saya ingin mengembangkan prototype dari daun corona ini, kan juga perlu diuji BPOM dan kandungan klinisnya agar lebih sahih, jadi tentu kami tidak akan berhenti sampai di sini,” tutupnya.
Editor: Supriyadi