”Sebagai wakil rakyat di daerah, kami memiliki kewenangan untuk menampung dan menyampaikan aspirasi ke pemerintah pusat. Kami apresiasi para nelayan yang menyampaikan pendapat secara santun dan tertib,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Halid K Jusuf menegaskan, aspirasi nelayan akan disampaikan langsung kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Ia menilai, penolakan terhadap kebijakan merupakan bagian dari hak masyarakat dalam menyampaikan pendapat atas regulasi pemerintah.
”Kami menyerap semua masukan yang disampaikan oleh nelayan terkait VMS. Relaksasi pemasangan alat ini masih berlaku hingga 31 Desember 2025. Evaluasi juga dilakukan secara bertahap,” jelas Halid.
Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi sudah diterapkan secara global sebagai bagian dari sistem pemantauan dan pengawasan aktivitas penangkapan ikan.
Murianews, Rembang – Nelayan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, melangsungkan audiensi bersama DPRD Rembang, OPD terkait, dan perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rabu (23/4/2025).
Dalam kesempatan itu, nelayan menyuarakan keberatan terhadap kebijakan KKP yang mewajibkan pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) pada kapal perikanan.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Rembang Muslim menyampaikan, ada tiga faktor utama yang memberatkan nelayan terhadap kebijakan pemasangan VMS.
Di antaranya adalah harga perangkat yang cukup tinggi, biaya tahunan untuk koneksi airtime, serta kebutuhan perawatan alat yang berkelanjutan.
”Khususnya nelayan Rembang yang notabenenya nelayan mini kursin di bawah 30 GT masih merasa keberatan. Kami minta agar pemerintah meninjau ulang kebijakan ini dan mempertimbangkan kondisi ekonomi nelayan saat ini,” ungkap Muslim, dilansir dari laman Pemkab Rembang.
Ia menambahkan, nelayan pada dasarnya tidak menolak regulasi pemerintah. Namun, meminta adanya dukungan berupa subsidi atau penganggaran alat VMS melalui APBN agar beban tidak ditanggung sendiri oleh nelayan.
”Nelayan menolak VMS terkecuali kalau pengadaannya ditanggung subsidi pemerintah atau dianggarkan melalui APBN,” tegasnya.
Ketua DPRD Rembang Abdul Rouf menyatakan siap meneruskan aspirasi para nelayan ke tingkat yang lebih tinggi, dalam hal ini DPR RI.
Penangkapan Ikan...
”Sebagai wakil rakyat di daerah, kami memiliki kewenangan untuk menampung dan menyampaikan aspirasi ke pemerintah pusat. Kami apresiasi para nelayan yang menyampaikan pendapat secara santun dan tertib,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Halid K Jusuf menegaskan, aspirasi nelayan akan disampaikan langsung kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Ia menilai, penolakan terhadap kebijakan merupakan bagian dari hak masyarakat dalam menyampaikan pendapat atas regulasi pemerintah.
”Kami menyerap semua masukan yang disampaikan oleh nelayan terkait VMS. Relaksasi pemasangan alat ini masih berlaku hingga 31 Desember 2025. Evaluasi juga dilakukan secara bertahap,” jelas Halid.
Ia menyebutkan, harga perangkat VMS berkisar antara Rp 4-5 juta, tergantung spesifikasi. Adapun biaya airtime tahunan juga bervariasi, dengan kisaran harga termurah, sekitar Rp 4,5 juta tergantung ukuran kapal.
Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi sudah diterapkan secara global sebagai bagian dari sistem pemantauan dan pengawasan aktivitas penangkapan ikan.