Berdasarkan riset Kementerian Kesehatan, sebanyak 60 persen kasus stunting disebabkan oleh tidak adanya air bersih dan sanitasi buruk. Kondisi ini menjadikan faktor tersebut sebagai penyebab terbesar masalah gizi kronis pada anak.
Meskipun terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, angka ini masih jauh dari target nasional untuk mencapai Indonesia bebas stunting pada tahun 2030.
”Stunting bukan hanya masalah tinggi badan anak yang pendek, tetapi juga berdampak pada perkembangan kognitif dan produktivitas anak di masa depan. Yang mengkhawatirkan, 60 persen dari kasus ini sebenarnya dapat dicegah dengan penyediaan air bersih dan sanitasi yang memadai,” ungkap Ketua LKNU Kudus Dr dr Renni Yuniati, SpDVE Sub SpDT MH.
Murianews, Kudus – Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) Kudus menyoroti pentingnya akses air bersih dan sanitasi yang memadai sebagai kunci utama dalam pencegahan stunting di Indonesia.
Berdasarkan riset Kementerian Kesehatan, sebanyak 60 persen kasus stunting disebabkan oleh tidak adanya air bersih dan sanitasi buruk. Kondisi ini menjadikan faktor tersebut sebagai penyebab terbesar masalah gizi kronis pada anak.
Data terbaru menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia masih berada di angka 21,6 persen pada tahun 2022, yang berarti sekitar 8,8 juta anak Indonesia menderita stunting.
Meskipun terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, angka ini masih jauh dari target nasional untuk mencapai Indonesia bebas stunting pada tahun 2030.
”Stunting bukan hanya masalah tinggi badan anak yang pendek, tetapi juga berdampak pada perkembangan kognitif dan produktivitas anak di masa depan. Yang mengkhawatirkan, 60 persen dari kasus ini sebenarnya dapat dicegah dengan penyediaan air bersih dan sanitasi yang memadai,” ungkap Ketua LKNU Kudus Dr dr Renni Yuniati, SpDVE Sub SpDT MH.
LKNU Kudus menjelaskan, bahwa air kotor memicu rangkaian masalah kesehatan yang berujung pada stunting melalui beberapa mekanisme:
- Infeksi Cacing dan Parasit: Cacing yang masuk melalui air kotor menyerap nutrisi yang seharusnya untuk pertumbuhan anak, menyebabkan perlukaan dinding saluran cerna dan gangguan penyerapan zat gizi.
- Penyakit Diare Berkelanjutan: Mikroorganisme patogen dalam air kotor menyebabkan diare kronis yang mengakibatkan kehilangan cairan dan zat gizi penting untuk pertumbuhan.
- Gangguan Penyerapan Nutrisi: Peradangan saluran cerna akibat infeksi mengganggu penyerapan nutrisi meski asupan makanan cukup.
- Siklus Infeksi Berulang: Kondisi sanitasi buruk menciptakan siklus infeksi yang menurunkan daya tahan tubuh anak.
Sanitasi Total Berbasis Lingkungan...
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bahwa proporsi rumah tangga terhadap akses air minum layak secara nasional rata-rata pada 2022 masih di angka 44,94 persen. Artinya, lebih dari setengah rumah tangga di Indonesia belum memiliki akses air minum yang optimal.
”Anak-anak yang tinggal di wilayah dengan akses air kotor berisiko lima kali lebih tinggi mengalami stunting dibandingkan mereka yang memiliki akses air bersih,” tambah Renni.
LKNU Kudus mendorong implementasi Sanitasi Total Berbasis Lingkungan (STBM) yang mencakup 5 pilar utama. Yakni:
- Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
- Cuci Tangan Pakai Sabun dengan Air Mengalir
- Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga
- Pengamanan Sampah Rumah Tangga
- Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga
LKNU Kudus merekomendasikan beberapa program intervensi prioritas:
- Pembangunan Akses Air Bersih: Sumur bor komunal, sistem penyaringan air sederhana, dan depot air minum aman
- Edukasi Kebersihan: Kampanye cuci tangan pakai sabun dan pelatihan pengolahan air rumah tangga
- Perbaikan Sanitasi Lingkungan: Pembangunan toilet sehat dan sistem pengelolaan sampah
- Kolaborasi Multi-Sektor: Kemitraan pemerintah-swasta dan pemberdayaan masyarakat.
Sebagai contoh nyata, program kolaborasi di Desa Talonang Baru, Kabupaten Sumbawa Barat, berhasil menurunkan kasus stunting dari 3 anak menjadi 1 anak di TK Bariri setelah pembangunan fasilitas air bersih.
Indonesia Bebas Stunting 2030...
Program ini meliputi pembangunan sumur bor dengan kedalaman 84 meter dan debit air 1,1 liter per detik yang mampu melayani 100 Kepala Keluarga.
”Air bersih bukan hanya kebutuhan, tetapi hak setiap anak untuk tumbuh optimal. Investasi air bersih adalah investasi masa depan bangsa. Pencegahan stunting harus dimulai dari akses air bersih yang memadai,” tegasnya.
LKNU Kudus mengajak seluruh stakeholder untuk berkolaborasi dalam mewujudkan target Indonesia Bebas Stunting 2030 melalui penyediaan akses air bersih dan sanitasi yang memadai bagi seluruh masyarakat Indonesia. (nad)