Kerugian Negara di Kasus Bank Jepara Artha Ditaksi Rp 220 Miliar
Faqih Mansur Hidayat
Jumat, 11 Oktober 2024 11:38:00
Murianews, Jepara – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan potensi kerugian negara dalam kasus dugaan kredit fiktif di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda) mencapai Rp 220 miliar. Angka itu diprediksi bisa bertambah, seiring masih berlangsungnya proses penyidikan kasus tersebut.
"Taksiran kerugian negara pada Perkara BPR Jepara Artha sekitar 220 miliar rupiah," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika, melalui keterangannya kepada awak media, Kamis (10/10/2024).
Tessa menerangkan, modus korupsi itu adalah penyaluran kredit fiktif pada 39 debitur. Informasi yang diterima Murianews.com, dari lima orang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus kredit fiktif di Bank Jepara Artha, satu di antaranya adalah debitur asal luar Kabupaten Jepara.
Empat tersangka lain adalah JH, IN, AN dan AS. Kasus mereka dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan pada 24 September 2024 lalu.
Kemudian, KPK juga telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1223 Tahun 2024 tentang larangan Bepergian Ke Luar Negerilima orang tersangka dicegah ke luar negeri sejak 26 September 2024. Larang cegah berlaku hingga enam bulan ke depan dan bisa diperpanjang untuk kebutuhan penyidikan kasus tersebut.
Nilai potensi kerugian negara itu jauh di bawah nilai kerugian yang terungkap dalam fakta persidangan di Pengadilan Negeri Kelas IB Jepara. Dalam sidang gugatan perdata Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara kepada jajaran direksi dan komisaris Bank Jepara Artha(6/5/2024) lalu, terungkap nilai kerugian sebesar Rp 352,4 miliar.
“Dari akumulasi kredit-kredit bermasalah, kerugiannya sebesar Rp 352,4 miliar,” kata Marsito, kuasa hukum Pemkab Jepara dalam sidang itu.
Dari temuan-temuan selama ini, Mursito menyebut ada sejumlah nasabah Bank Jepara Artha atau debitur yang mendapatkan kredit di luar kewajaran. Seperti satu debitur mendapatkan kredit Rp 6 miliar. Bahkan, ada pencairan kredit sekitar Rp 260 miliar kepada beberapa debitur, tetapi mengerucut pada satu nama.
Editor: Budi Santoso



