Wiwit pun menyampaikan rencananya untuk melakukan pinjaman daerah, Senin (24/3/2025). Tujuannya, untuk mempercepat perbaikan jalan di Jepara.
Wiwit mengatakan, rencana itu muncul sebab Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jepara berpotensi tak bisa menutup semua program yang sudah dicanangkan. Terutama memuluskan jalan Jepara.
Seorang pejabat yang mengetahui rencana itu bahkan memastikan bahwa selama satu periode kepemimpinan Wiwit-Hajar ke depan, tidak akan bisa memuluskan jalan di Jepara. Apalagi, sejauh ini APBD Jepara sering mengalami defisit.
Hanya saja, sejauh ini Wiwit masih menganggap pinjaman daerah itu sebatas opsi. Pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu seberapa penting pinjaman daerah tersebut dibutuhkan untuk memperbaiki infrastruktur, utamanya jalan di Kabupaten Jepara.
Kajian terkait opsi pinjaman daerah tersebut akan ia lakukan usai melaksanakan program ’Bupati Ngantor di Desa’ yang akan dimulai setelah Idulfitri. Dari sini, nantinya ia mendengar langsung apa yang dibutuhkan oleh masyarakat terkait pembangunan Jepara ke depan.
”(Opsi pinjaman daerah akan digunakan atau tidak) Setelah saya Ngantor di Desa. Sehingga saya benar-benar mengetahui kebutuhan apa yang ada di desa-desa itu,” tambahnya.
Murianews, Jepara – Janji kampanye bupati-wakil bupati Jepara, Witiarso Utomo-Muhammad Ibnu Hajar (Wiwit-Hajar) soal infrastuktur atau jalan mulus terancam sulit terealisasi. Masalahnya, ada pada minimnya anggaran infrastruktur.
Wiwit pun menyampaikan rencananya untuk melakukan pinjaman daerah, Senin (24/3/2025). Tujuannya, untuk mempercepat perbaikan jalan di Jepara.
Wiwit mengatakan, rencana itu muncul sebab Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jepara berpotensi tak bisa menutup semua program yang sudah dicanangkan. Terutama memuluskan jalan Jepara.
Seorang pejabat yang mengetahui rencana itu bahkan memastikan bahwa selama satu periode kepemimpinan Wiwit-Hajar ke depan, tidak akan bisa memuluskan jalan di Jepara. Apalagi, sejauh ini APBD Jepara sering mengalami defisit.
Hanya saja, sejauh ini Wiwit masih menganggap pinjaman daerah itu sebatas opsi. Pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu seberapa penting pinjaman daerah tersebut dibutuhkan untuk memperbaiki infrastruktur, utamanya jalan di Kabupaten Jepara.
”Kita lihat dulu, kalau memang urgent untuk membangun jalan, membangun infrastruktur, ya kita akan berkomunikasi dengan dewan untuk melakukan pinjaman (daerah) sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat,” katanya.
Kajian terkait opsi pinjaman daerah tersebut akan ia lakukan usai melaksanakan program ’Bupati Ngantor di Desa’ yang akan dimulai setelah Idulfitri. Dari sini, nantinya ia mendengar langsung apa yang dibutuhkan oleh masyarakat terkait pembangunan Jepara ke depan.
”(Opsi pinjaman daerah akan digunakan atau tidak) Setelah saya Ngantor di Desa. Sehingga saya benar-benar mengetahui kebutuhan apa yang ada di desa-desa itu,” tambahnya.
Efisiensi Anggaran...
Sedangkan untuk saat ini, ia mengatakan perbaikan jalan di Jepara khususnya jalan kabupaten akan difokuskan menggunakan anggaran yang bersumber dari APBD. Ia menargetkan efisiensi anggaran dari APBD 2025 bisa mencapai Rp 90 miliar.
”Efisiensi kita targetkan Rp 90 miliar. Mayoritas nanti akan kita gunakan untuk jalan, selanjutnya untuk pendidikan dan kesehatan,” sebut dia.
Terpisah, Plh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jepara Ary Bachtiar mengatakan, dari target efisiensi sebesar Rp 90 miliar, yang akan digunakan untuk perbaikan jalan yaitu sekitar Rp 40 miliar.
”Target (efisiensi) sekitar Rp 90 miliar, sekitar Rp 40 miliar untuk peningkatan jalan, termasuk juga jalan di Karimunjawa sepanjang 25 km,” imbuhnya.
Berdasarkan Undang-undang (UU) 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah disebutkan, dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman.
Pinjaman daerah dapat diajukan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank atau masyarakat.
Namun demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko. Yaitu kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional, maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah.
Editor: Dani Agus