Rabu, 19 November 2025

Artinya dalam 4 bulan itu (September-Desember 2024), Dafiq melanjutkan, dari pengelolaan limbah fly ash saja mereka mendapatkan Rp 1.350.525.000.

Dalam dokumen itu juga, disebutkan nominal tersebut sudah termasuk biaya koordinasi atau kompensasi lingkungan. Itulah yang seharusnya langsung diberikan ke warga melalui Pemerintah Desa.

Koalisi juga sempat mendapatkan informasi bahwa dana koordnasi atau kompensasi lingkungan yang dimaksud adalah sekitar 20 persen.

Sehingga hanya dari empat bulan itu saja dan hanya dari pengelolaan limbah fly ash saja, tidak termasuk bottom ash, biaya koordinasi dan kompensasi lingkungan yang seharusnya didistribusikan adalah Rp 270.105.000.

Sementara biaya kompensasi yang didistribusikan ke desa sekitar PLTU Tanjung Jati unit 5 dan 6, per-desa tidak sampai 20 juta selama 4 bulan itu.

”Namun ketika kami meminta koordinasi untuk transparansi dana, kami tidak mendapatkan dan dianggap tidak berhak untuk mendapatkan itu,” ungkap Dafiq.

Dari berbagai kelindan masalah itu, Dafiq menduga ada praktik pungutan liar alias pungli. Hanya saja, dia melihat bahwa pungli itu dibalut dengan kerjasama antar perusahaan.

”Seolah-olah pungli itu resmi. Berbeda ketika masyarakat meminta transparansi, kami dianggap pemberontak. Kalau memang dana itu untuk masyarakat ya, langsung saja diberikan kepada masyarakat. Jangan kemudian dikelola perusahaan dan dibagi seenaknya sendiri. Untuk itu kami menuntut pihak Kepolisian mengusut dugaan pungli itu,” jelas Dafiq.

Tuntut Bupati... 

Komentar

Terpopuler