Kamis, 20 November 2025

Murianews, Jakarta – Suatu negara selalu membutuhkan produk yang dibuat oleh negara-negara lain untuk memenuhi kebutuhan pasar domestiknya.

Skema perdagangan internasional yang disebut importasi tersebut menjadi peluang yang besar untuk meningkatkan perekonomian melalui peningkatan nilai tambah manufaktur (manufacturing value added/MVA) dengan memacu daya saing produsen dalam negeri agar tidak kalah dengan produk dari luar.

Barang impor yang masuk ke dalam wilayah pabean Indonesia juga menjadi catatan referensi untuk melakukan perlindungan terhadap industri, dengan cara tidak diterbitkannya perizinan impor (PI) atau pertimbangan teknis (Pertek) apabila produk yang masuk itu sudah bisa diproduksi secara domestik.

Kondisi ideal tersebut bisa terjadi apabila produk impor masuk sesuai aturan alias legal, namun apabila produk tersebut masuk ke wilayah pabean secara ilegal dan masif, maka akan menghancurkan industri dalam negeri.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengakui saat ini banyak barang impor ilegal beredar di pasaran yang mengancam keberlangsungan industri domestik.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh Menperin Agus bahwa ada satu perusahaan besar melakukan importasi ilegal dengan jumlah hingga tiga kali lipat dari kuantitas produk yang diberi izin melalui PI.

”Perusahaan besar itu mendapatkan perizinan impor 1 juta, tapi di lapangan ditemukan dengan PI yang sama masuknya 4 juta,” kata dia seperti dikutip ANTARA.

Praktik ilegal itu tentu mengancam keberlangsungan industri dalam negeri karena barang impor ilegal yang dijual pasti jauh di bawah harga produk serupa yang dibuat oleh produsen domestik atau barang impor legal.

Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mencontohkan, barang tekstil dan produk tekstil (TPT) yang melalui importasi legal dan merek buatan dalam negeri memiliki selisih harga hingga lima kali lipat dengan produk TPT ilegal.

Hal itu terjadi karena barang impor legal dan merek dalam negeri mesti membayar pajak dan administrasi perizinan sebelum bisa beredar di pasaran.

Ada beberapa modus yang digunakan oleh para importir nakal, antara lain, yakni pelarian dari kode Harmonized System (HS) yang tak sesuai, pembedaan jumlah produk yang masuk dari total PI yang diterbitkan, serta menghindari kewajiban pemenuhan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Menyadari hal tersebut, Pemerintah atas inisiasi Kemendag dan Kemenperin membentuk tim pemberantasan impor ilegal, serta mengusulkan untuk mengalihkan jalur masuk (entry point) barang-barang impor agar tidak tersentralisasi di Pulau Jawa.

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler