Lahan yang Dihuni Warga Grobogan di Hutan Bukan Milik Perhutani
Saiful Anwar
Selasa, 7 Mei 2024 12:07:00
Murianews, Grobogan – Puluhan warga Grobogan Jawa Tengah nekat tinggal di tengah hutan sejak puluhan tahun lalu. Ternyata, lahan yang dihuni 19 Kepala Keluarga (KK) tersebut bukan milih perhutani.
Saiman, Kadus Rejosari, Desa Sugihmanik, Kecamatan Tanggungharjo, Grobogan menerangkan, tanah yang ditinggali para warga memang bukan milik Perhutani. Tanah tersebut diketahui sebagai milik PT Kereta Api Indonesia atau yang dulu bernama Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA).
”Saat ini lahan yang dihuni ini bukan milik perhutani, tapi milik PT KAI,” katanya.
Ia menjelaskan, saat ini memang ada 19 KK yang tinggal di perbatasan Kecamatan Tanggungharjo dan Kedungjati. Dari jumlah itu hanya ada lima KK yang masuk Desa Sugihmanik, Kecamatan Tanggungharjo.
”Totalnya ada 19 KK, tetapi yang warga Rejosari hanya 5 KK, terdiri 16 orang. Yang lain masuk Kedungjati,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, warga tersebut sehari-hari bercocok tanam dengan menanam jagung di lahan milik Perhutani. Mereka menanam jagung dan hasilnya untuk kebutuhan sehari-hari.
”Nanamnya jagung, tapi makannya ya tetap beras. Mereka lebih dekat ke Kedungjati, dibanding ke Sugihmanik,” imbuhnya.
Saiman menambahkan, sebenarnya sebagian warga sudah memiliki tanah dan rumah di perkampungan warga yang ramai. Namun, mereka tetap memilih tinggal di tengah hutan.
”Ada yang sudah beli tanah, punya rumah, tapi tetap bertahan di sana,” ujar dia.
Sementara itu, Sati (62) mengaku sudah tinggal di sana selama puluhan tahun. Ia mengaku terpaksa tinggal di tengah hutan karena orang tua tidak memiliki tanah. Mau tidak mau ia pindah ke hutan dan tinggal di sana sejak usia 10 tahun.
”Sejak sekitar umur 10 tahun mungkin. Sekarang saya sudah 62 tahun. (Kenapa bertahan?) ya karena tidak punya tanah di perkampungan,” jelasnya.
Untuk penerangan, dia mengaku mengandalkan tenaga surya. Yang menjadi masalah ketika mendung atau hujan, maka mereka pun tanpa penerangan lampu.
”Ini pakai tenaga surya, alatnya beli sendiri. Bisa bertahan semalam. Kalau hujan ya redup, tidak ada setrumnya,” katanya.
Editor: Supriyadi



