Puluhan Warga di Grobogan Nekat Tinggal di Tengah Hutan
Saiful Anwar
Senin, 6 Mei 2024 17:50:00
Murianews, Grobogan – Puluhan warga Grobogan, Jawa Tengah nekat tinggal di tengah hutan selama puluhan tahun tanpa listrik. Untuk penerangan sehari-hari, sebagian dari mereka menggunakan solar cell atau tenaga surya.
Titik tempat tinggal mereka berada di perbatasan Kecamatan Tanggungharjo dan Kedungjati. Mereka yang tinggal di wilayah Tanggungharjo masuk di Dusun Rejosari, Desa Sugihmanik.
Jarak perkampungan terpencil itu ke lingkungan warga yang ramai sekitar 2 hingga 5 kilometer dengan jalan setapak di pinggir rel. Akses terdekatnya justru ke wilayah Kedungjati dengan jarak sekitar 2 kilometer.
Kadus Rejosari Saiman menerangkan, tanah yang ditinggali para warga merupakan milik PT Kereta Api Indonesia atau yang dulu bernama Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Namun, mereka yang masuk wilayah Rejosari hanya 5 keluarga.
”Totalnya ada 19 KK, tetapi yang warga Rejosari hanya 5 KK, terdiri 16 orang. Yang lain masuk Kedungjati,” katanya kepada Murianews.com, Senin (6/5/2024).
Saiman menambahkan, warga tersebut sehari-hari bercocok tanam dengan menanam jagung di lahan milik Perhutani. Mereka menanam jagung dan hasilnya untuk kebutuhan sehari-hari.
”Nanamnya jagung, tapi makannya ya tetap beras. Mereka lebih dekat ke Kedungjati, dibanding ke Sugihmanik,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, sebenarnya sebagian warga sudah memiliki tanah dan rumah di perkampungan warga yang ramai. Namun, mereka tetap memilih tinggal di tengah hutan.
”Ada yang sudah beli tanah, punya rumah, tapi tetap bertahan di sana,” ujar dia.
Sati, salah satu penduduk di tengah hutan itu mengaku terpaksa tinggal di tengah hutan karena tidak memiliki tanah. Dia mengaku sudah tinggal di sana sejak usia 10 tahunan.
”Sejak sekitar umur 10 tahun mungkin. Sekarang saya sudah 62 tahun. (Kenapa bertahan?) ya karena tidak punya tanah di perkampungan,” jelasnya.
Untuk penerangan, dia mengaku mengandalkan tenaga surya. Yang menjadi masalah ketika mendung atau hujan, maka mereka pun tanpa penerangan lampu.
”Ini pakai tenaga surya, alatnya beli sendiri. Bisa bertahan semalam. Kalau hujan ya redup, tidak ada setrumnya,” katanya.
Editor: Cholis Anwar
Murianews, Grobogan – Puluhan warga Grobogan, Jawa Tengah nekat tinggal di tengah hutan selama puluhan tahun tanpa listrik. Untuk penerangan sehari-hari, sebagian dari mereka menggunakan solar cell atau tenaga surya.
Titik tempat tinggal mereka berada di perbatasan Kecamatan Tanggungharjo dan Kedungjati. Mereka yang tinggal di wilayah Tanggungharjo masuk di Dusun Rejosari, Desa Sugihmanik.
Jarak perkampungan terpencil itu ke lingkungan warga yang ramai sekitar 2 hingga 5 kilometer dengan jalan setapak di pinggir rel. Akses terdekatnya justru ke wilayah Kedungjati dengan jarak sekitar 2 kilometer.
Kadus Rejosari Saiman menerangkan, tanah yang ditinggali para warga merupakan milik PT Kereta Api Indonesia atau yang dulu bernama Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Namun, mereka yang masuk wilayah Rejosari hanya 5 keluarga.
”Totalnya ada 19 KK, tetapi yang warga Rejosari hanya 5 KK, terdiri 16 orang. Yang lain masuk Kedungjati,” katanya kepada Murianews.com, Senin (6/5/2024).
Saiman menambahkan, warga tersebut sehari-hari bercocok tanam dengan menanam jagung di lahan milik Perhutani. Mereka menanam jagung dan hasilnya untuk kebutuhan sehari-hari.
”Nanamnya jagung, tapi makannya ya tetap beras. Mereka lebih dekat ke Kedungjati, dibanding ke Sugihmanik,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, sebenarnya sebagian warga sudah memiliki tanah dan rumah di perkampungan warga yang ramai. Namun, mereka tetap memilih tinggal di tengah hutan.
”Ada yang sudah beli tanah, punya rumah, tapi tetap bertahan di sana,” ujar dia.
Sati, salah satu penduduk di tengah hutan itu mengaku terpaksa tinggal di tengah hutan karena tidak memiliki tanah. Dia mengaku sudah tinggal di sana sejak usia 10 tahunan.
”Sejak sekitar umur 10 tahun mungkin. Sekarang saya sudah 62 tahun. (Kenapa bertahan?) ya karena tidak punya tanah di perkampungan,” jelasnya.
Untuk penerangan, dia mengaku mengandalkan tenaga surya. Yang menjadi masalah ketika mendung atau hujan, maka mereka pun tanpa penerangan lampu.
”Ini pakai tenaga surya, alatnya beli sendiri. Bisa bertahan semalam. Kalau hujan ya redup, tidak ada setrumnya,” katanya.
Editor: Cholis Anwar