Tradisi tahunan tersebut merupakan simbol merti desa atau sedekah bumi sebagai bentuk rasa Syukur masyarakat pada Tuhan Yang Maha Esa.
Pj Sekretaris Desa Tanggungharjo Muhammad Suwirzan mengatakan, acara diawali dengan kirab budaya Mragat Kerbau.
Di momen itu, seekor kerbau dan sejumlah gunungan hasil bumi diarak warga dari Sendang Joko Towo menuju Bale Panjang. Arak-arakan itu berlangsung dengan rute sejauh sekitar satu kilometer.
Suwirjan mengungkapkan, agenda Merti Desa itu dianggarkan dari anggaran pemdes. Menurutnya, sedekah bumi tersebut juga sebagai upaya mendukung program pemerintah pusat menguri-uri budaya lokal.
”Kegiatan ini didukung pemdes dengan PAD (pendapatan asli desa). Ini juga sekaligus mendukung program pusat melestarikan kearifan lokal desa. Sempat diguyur hujan deras, tapi warga tetap antusias,” ujar dia.
Ia menjelaskan, menurut sejarah, Desa Tanggungharjo berdiri 25 Mei 1941. Kades sejak saat itu hingga kini pun disebutnya selalu melestarikan budaya Mragat Kerbau.
”Tradisi ini dilakukan dengan cara memelihara dan menyembelih kerbau, yang kemudian dimasak dan dinikmati bersama masyarakat sebagai bentuk rasa syukur,” imbuhnya.
Murianews, Grobogan – Warga Desa Tangguungharjo, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah menggelar tradisi Mragat Kerbau, Selasa (13/5/2025) malam.
Tradisi tahunan tersebut merupakan simbol merti desa atau sedekah bumi sebagai bentuk rasa Syukur masyarakat pada Tuhan Yang Maha Esa.
Pj Sekretaris Desa Tanggungharjo Muhammad Suwirzan mengatakan, acara diawali dengan kirab budaya Mragat Kerbau.
Di momen itu, seekor kerbau dan sejumlah gunungan hasil bumi diarak warga dari Sendang Joko Towo menuju Bale Panjang. Arak-arakan itu berlangsung dengan rute sejauh sekitar satu kilometer.
Suwirjan mengungkapkan, agenda Merti Desa itu dianggarkan dari anggaran pemdes. Menurutnya, sedekah bumi tersebut juga sebagai upaya mendukung program pemerintah pusat menguri-uri budaya lokal.
”Kegiatan ini didukung pemdes dengan PAD (pendapatan asli desa). Ini juga sekaligus mendukung program pusat melestarikan kearifan lokal desa. Sempat diguyur hujan deras, tapi warga tetap antusias,” ujar dia.
Ia menjelaskan, menurut sejarah, Desa Tanggungharjo berdiri 25 Mei 1941. Kades sejak saat itu hingga kini pun disebutnya selalu melestarikan budaya Mragat Kerbau.
”Tradisi ini dilakukan dengan cara memelihara dan menyembelih kerbau, yang kemudian dimasak dan dinikmati bersama masyarakat sebagai bentuk rasa syukur,” imbuhnya.
Tak Sekadar Budaya...
Suwirzan menambahkan, kegiatan tersebut bukan hanya sebagai acara budaya, tapi juga sebagai cara mempererat hubungan antarwarga.
”Kita ingin tradisi ini menjadi bagian dari identitas desa dan juga sebagai sarana pelestarian budaya lokal,” ujar dia.
Momen yang paling ditunggu, disebutnya yakni rebutan gunungan hasil bumi. Warga berebut berbagai hasil pertanian seperti sayur-sayuran, buah, dan palawija yang disusun menyerupai gunung.
Dia mengatakan, kegiatan tersebut juga diupayakan tetap selaras dengan nilai-nilai agama. Sebab, masyarakat yang mendapatkan hasil bumi tersebut diyakini membawa berkah.
Diungkapkannya, kerbau yang diarak dalam kirab itu kemudian disembelih pada keesokan harinya atau pada hari ini. Dagingnya dimasak dan dibagikan kepada warga untuk dimakan bersama.
”Itu menjadi puncak acara Mragat Kerbau, juga sekaligus bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil bumi,” tandasnya.
Editor: Zulkifli Fahmi