Warga menuntut lahan seluas 7,3 hektare tersebut diserahkan kepada para petani. Mereka mengklaim lahan tersebut merupakan milik mereka yang merupakan peninggalan nenek moyang.
Murianews, Pati – Tenda petani Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang didirikan di halaman Kantor Pertanahan (Kantah) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pati dibongkar paksa, Rabu (12/2/2025).
Pembongkaran paksa ini terjadi saat sejumlah petani Pundenrejo menggelar demonstrasi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati. Hanya beberapa petani yang kebanyakan sudah lanjut usia (lansia) yang masih bertahan di sana.
Para lansia tersebut menjaga agar tenda yang didirikan sejak Senin (10/2/2025) lalu ini. Namun sejumlah pegawai Kantah BPN Pati tetap membongkar tenda mereka. Sejumlah aparat kepolisian tampak berada di sana dan hanya berjaga-jaga.
Hal ini disesalkan para petani yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun). Mereka mengutuk aksi pembongkaran paksa tersebut.
”Tenda yang sudah didirikan sejak Senin, dirusak oleh staff-staff BPN dan ada pengawalan dijaga dari instansi kepolisian. Berarti ada pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi,” kata kuasa hukum Germapun dari LBH Semarang Dhika.
Sementara itu, Kepala BPN Pati Jaka Pramono mengaku pihaknya hanya bersih-bersih halaman usai digunakan oleh petani Pundenrejo untuk bermalam.
Jaka mengaku sebenarnya pihaknya tak mengizinkan para petani untuk mendirikan tenda di halaman BPN Pati.
”Sebenarnya tidak saya kasih izin itu dari awal. Banyak juga lingkungan yang komplain ke saya. Soal suara. Ya sudah tenda didirikan. Tapi kan harus. Tiga hari tenda dengan kondisi seperti itu. Tapikan rapi dalam pelayanan publik dan tak mengganggu yang lainnya,” kata Jaka.
Minta lahan kembali...
Sebagai informasi, para petani Pundenrejo mendirikan tenda di halaman Kantor BPN Pati untuk mendesak BPN untuk tidak mengabulkan proses perizinan Hak Guna Pakai (HGP) yang dilakukan oleh PT Laju Perdana Indah (LPI).
Warga menuntut lahan seluas 7,3 hektare tersebut diserahkan kepada para petani. Mereka mengklaim lahan tersebut merupakan milik mereka yang merupakan peninggalan nenek moyang.
Editor: Cholis Anwar