Kini, Kantor Pertanahan (Kantah) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pati menghentikan proses hak guna pakai (HGP) yang diajukan PT Laju Perdana Indah (LPI).
Jaka menuturkan pihaknya tak bisa memproses lahan yang masih bersengketa. Meskipun syarat untuk pengajuan HGP sudah memenuhi. Pihaknya mempunyai asas, permasalahan objek yang diajukan harus kelar terlebih dahulu.
Jaka mengakui berdasarkan bukti formulir, PT LPI memenuhi persyaratan untuk mendapatkan HGP lahan seluas 7,3 hektare tersebut. Namun berdasarkan fakta di lapangan, konflik dengan petani Pundenrejo masih terjadi hingga saat ini.
”Berdasarkan bukti dan formil, PT LPI mempunyai syarat. Karena PT LPI mempunyai bukti untuk mengajukan Hak Guna Pakai. Tapi, dalam proses sertifikasi tanah ini juga perlu realnya. Ada beberapa persoalan dan keberatan,” kata Jaka.
Murianews, Pati – Konflik lahan Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati memasuki babak baru.
Kini, Kantor Pertanahan (Kantah) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pati menghentikan proses hak guna pakai (HGP) yang diajukan PT Laju Perdana Indah (LPI).
Hal ini diungkapkan Kepala Kantah BPN Pati, Jaka Purnomo saat audiensi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Rabu (12/2/2025).
Audiensi itu dihadiri Komisi A dan Komisi B DPRD Pati, Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun) hingga PT LPI.
Jaka menuturkan pihaknya tak bisa memproses lahan yang masih bersengketa. Meskipun syarat untuk pengajuan HGP sudah memenuhi. Pihaknya mempunyai asas, permasalahan objek yang diajukan harus kelar terlebih dahulu.
”Proses layanan kita bisa dilakukan bila objek clean and clear. Itu asas kita. Kami pun siap bila ada upaya pihak lain. Karena proses fisik juga ada hambatan dari pihak Germapun. Maka saya kembalikan berkas kepada yang bersangkutan sampai clean and clear,” tutur Jaka.
Jaka mengakui berdasarkan bukti formulir, PT LPI memenuhi persyaratan untuk mendapatkan HGP lahan seluas 7,3 hektare tersebut. Namun berdasarkan fakta di lapangan, konflik dengan petani Pundenrejo masih terjadi hingga saat ini.
”Berdasarkan bukti dan formil, PT LPI mempunyai syarat. Karena PT LPI mempunyai bukti untuk mengajukan Hak Guna Pakai. Tapi, dalam proses sertifikasi tanah ini juga perlu realnya. Ada beberapa persoalan dan keberatan,” kata Jaka.
Protes warga...
Menurutnya, bila tidak ada protes, maka HGP bakal diberikan kepada PT LPI. Pasalnya, sebelumnya perusahaan yang mengelola PG Pakis Tayu ini mempunyai Hak Guna Bangunan (HGB) yang berakhir pada 27 September 2024.
”Kalau tidak ada protes akan kita lanjutkan HGP-nya tapi karena ada keberatan jadi kami belum memutuskan (menghentikan sementara),” ujar Jaka.
Dirinya mengaku sudah mencoba menengahi permasalahan ini. PT LPI maupun Germapun beberapa kali diajak berembuk untuk menyelesaikan sengketa tanah agar tak terus berlarut-larut. Namun hasilnya nihil.
”Kami memang belum mempertemukan kedua belah pihak. Kami mencoba mengundang keduanya. Tapi teman-teman Germapun tak bersedia. Dari tanggal 4 Oktober sampai sekarang kami sudah bekerja dan mencoba agar tidak terjadi pelanggaran,” kata dia.
Meskipun proses HGP PT LPI dihentikan, namun mereka masih berpotensi mengajukan kembali setelah permasalahan dengan petani selesai. Saat ini, lahan dikembalikan ke PT LPI hingga dua tahun kedepan.
”HGB-nya berakhir. Itu menjadi tanah negara. Itu menjadi tanggungjawab bekas pemegang hak (PT LPI) selama 2 tahun. Ini berdasarkan PP 18 (tahun 2021),” tandas Jaka.
Editor: Supriyadi