Dekan Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IPMAFA Pati Umdatul Baroroh menjelaskan, pihaknya menggelar survei pada 1 Juli hingga 15 Juli 2025 dengan metode kuesioner online kepada sejumah masyarakat di 20 kecamatan.
Para responden kebanyakan warga dengan penghasilan rata-rata Rp 2,5 juta per bulan. Sebanyak 62,6 persen lelaki dan sisanya perempuan. Mereka berprofesi petani, karyawan wiraswasta hingga guru. Hasilnya, 98 persen responden memandang negatif kenaikan PBB.
”98 persen responden menyatakan bahwa kebijakan Bupati terkait kenaikan PBB tidak mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat serta mengabaikan prinsip keadilan sosial,” ujar dia kepada Murianews.com, Selasa (22/7/2025).
Ia menilai temuan tersebut harus menjadi perhatian dari Pemerintah Kabupaten Pati. Pihaknya berharap hasil survei menjadi pertimbangan untuk mengevaluasi kebijakan ini.
”Aspirasi masyarakat yang menyatakan keberatan dengan adanya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilakukan secara tergesa-gesa tidak boleh diabaikan atau justru dianggap menentang kebijakan pemerintah. Apalagi dalam kondisi perekonomian yang melemah,” kata Umdatul.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat di daerah Pati adalah masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah dengan gaji rata-rata di bawah UMR.
Murianews, Pati – Institut Pesantren Mathali'ul Falah (IPMAFA) telah menggelar survei terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Hasilnya, 98 persen warga Bumi Mina Tani keberatan dengan kebijakan Bupati Pati Sudewo ini.
Dekan Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IPMAFA Pati Umdatul Baroroh menjelaskan, pihaknya menggelar survei pada 1 Juli hingga 15 Juli 2025 dengan metode kuesioner online kepada sejumah masyarakat di 20 kecamatan.
Para responden kebanyakan warga dengan penghasilan rata-rata Rp 2,5 juta per bulan. Sebanyak 62,6 persen lelaki dan sisanya perempuan. Mereka berprofesi petani, karyawan wiraswasta hingga guru. Hasilnya, 98 persen responden memandang negatif kenaikan PBB.
”98 persen responden menyatakan bahwa kebijakan Bupati terkait kenaikan PBB tidak mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat serta mengabaikan prinsip keadilan sosial,” ujar dia kepada Murianews.com, Selasa (22/7/2025).
Ia menilai temuan tersebut harus menjadi perhatian dari Pemerintah Kabupaten Pati. Pihaknya berharap hasil survei menjadi pertimbangan untuk mengevaluasi kebijakan ini.
”Aspirasi masyarakat yang menyatakan keberatan dengan adanya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilakukan secara tergesa-gesa tidak boleh diabaikan atau justru dianggap menentang kebijakan pemerintah. Apalagi dalam kondisi perekonomian yang melemah,” kata Umdatul.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat di daerah Pati adalah masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah dengan gaji rata-rata di bawah UMR.
67 Persen berpenghasilan rendah...
Hal itu dapat dilihat dari hasil survei 67 persen responden mengaku berpenghasilan di bawah dua juta lima ratus perbulan.
”Karena itu masyarakat merasa bahwa kenaikan drastik pajak PBB ini akan sangat memberatkan. Apalagi hari ini roda perekonomian justru melemah. Mereka meminta kebijakan Perbup Nomor 8 tahun 2025 tentang kenaikan PBB ini agar ditinaju ulang. Jika harus dinaikkan maka harus dilakukan secara bertahap,” tutur dia.
Dalam rilis hasil survei tersebut, Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam merekomendasikan beberapa poin penting kepada pemerintah kabupaten Pati.
Rekomendasi itu yakni, Pemkab perlu segera melakukan peninjauan dan evaluasi kenaikan PBB dan merevisi kebijakan PBB yang didasarkan pada prinsip keadilan distributif sesuai kondisi ekonomi masyarakat.
Lalu, membuka dialog publik dan konsultasi terbuka yang melibatkan masyarakat, tokoh agama, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Kemudian meningkatkan transparansi dan komunikasi publik.
”Pemerintah perlu memberikan insentif, keringanan, atau penundaan pembayaran pajak untuk kelompok rentan seperti petani, buruh, dan masyarakat berpenghasilan rendah,” pungkas dia.
Editor: Cholis Anwar