Terkait penanganan grup Facebook bernama Fantasi Sedarah itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri untuk mengusutnya.
Jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang.
Murianews, Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebut, konten fantasi seksual sedarah di Facebook sangat membahayakan perempuan dan anak.
Pihaknya pun mendorong Facebook segera merespons adanya konten tersebut. Selain membahayakan perempuan dan anak, konten tersebut juga telah mengeksploitasi seksual.
Sekretaris Kementerian PPPA Titi Eko Rahayu mengatakan, Facebook sebagai penyedia platform memiliki tanggung jawab etis dan hukum guna menjaga ruang digital tetap aman serta bersih, terutama untuk anak dan perempuan.
Di kesempatan itu, pihaknya juga mendorong upaya edugasi dan literasi digital serta seksualitas yang sehat. Ia menyebut, dalam hal ini keluarga memiliki peran utama.
Keluarga menjadi tempat utama dalam pembentukan karakter, nilai moral, serta kebiasaan sosial anak. Sejatinya, Titi melanjutkan, posisi keluarga tidak tergantikan apapun termasuk kemajuan teknologi digital.
Pihaknya pun bakal menggandeng pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Dinas PPPA di daerah, serta para relawan untuk mengkampanyekan literasi digital bagi anak dan orang tua, agar lebih bijak dan waspada dalam penggunaan media sosial.
Mengedukasi Orang Tua...
”Untuk itu tidak henti-hentinya kami mendorong dan mengedukasi orang tua tentang pentingnya mendiskusikan aturan penggunaan internet dan mengenalkan anak untuk melaporkan konten yang tidak sesuai,” kata Titi Eko Rahayu, seperti dikutip dari Antara, Minggu (18/5/2025).
Terkait penanganan grup Facebook bernama Fantasi Sedarah itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri untuk mengusutnya.
Jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang.