Menurut Amelia, pada era ketika UU Penyiaran tersebut pertama kali disahkan, regulasi itu sangat relevan dengan ekosistem penyiaran saat itu.
Namun, perkembangan pesat teknologi digital kini telah melahirkan ledakan konten digital. Tentunya tidak lagi terikat pada frekuensi publik dan tidak tunduk pada sistem perizinan yang berlaku bagi media penyiaran konvensional.
”Kompetisi tidak sehat antara media sosial yang personal dan media penyiaran yang harus taat regulasi dan etik,” ujar Amelia dikutip dari Antara, Jumat (9/5/2025).
Jika UU Penyiaran tidak segera beradaptasi dengan dinamika digital saat ini, lanjut Amelia, Indonesia berisiko menyaksikan matinya media penyiaran nasional secara perlahan.
Kondisi ini, menurutnya, akan sangat membahayakan karena media penyiaran merupakan salah satu penyangga demokrasi.
Media penyiaran saat ini, kata Amelia, dihadapkan pada berbagai tantangan, salah satunya adalah asimetri regulasi.
Murianews, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mengatakan, media penyiaran konvensional di Indonesia menghadapi ancaman kepunahan secara perlahan. Ini terjadi jika Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) yang telah berusia lebih dari dua dekade tidak segera direvisi.
Menurut Amelia, pada era ketika UU Penyiaran tersebut pertama kali disahkan, regulasi itu sangat relevan dengan ekosistem penyiaran saat itu.
Namun, perkembangan pesat teknologi digital kini telah melahirkan ledakan konten digital. Tentunya tidak lagi terikat pada frekuensi publik dan tidak tunduk pada sistem perizinan yang berlaku bagi media penyiaran konvensional.
”Kompetisi tidak sehat antara media sosial yang personal dan media penyiaran yang harus taat regulasi dan etik,” ujar Amelia dikutip dari Antara, Jumat (9/5/2025).
Jika UU Penyiaran tidak segera beradaptasi dengan dinamika digital saat ini, lanjut Amelia, Indonesia berisiko menyaksikan matinya media penyiaran nasional secara perlahan.
Kondisi ini, menurutnya, akan sangat membahayakan karena media penyiaran merupakan salah satu penyangga demokrasi.
Dia menekankan isu revisi UU Penyiaran bukan sekadar persoalan teknis penyiaran, melainkan juga menyangkut fondasi demokrasi, yaitu hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang adil, akurat, dan bertanggung jawab.
Media penyiaran saat ini, kata Amelia, dihadapkan pada berbagai tantangan, salah satunya adalah asimetri regulasi.
Monetisasi tidak adil...
Mereka harus tunduk pada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), perizinan ketat, serta kode etik jurnalistik. Sementara konten digital personal yang seringkali menjadi viral dapat beredar bebas tanpa batasan regulasi yang setara.
Selain itu, ia menyoroti adanya monetisasi digital yang tidak adil. Platform global, menurutnya, mengambil mayoritas keuntungan dari iklan digital, sementara media nasional harus berjuang keras untuk menjaga keberlangsungan bisnis mereka.
Akibat dari kondisi tersebut, muncul potensi disinformasi dan polarisasi di masyarakat, di mana publik cenderung lebih mempercayai konten viral dibandingkan jurnalisme faktual yang diverifikasi.
Menyikapi hal ini, Amelia memastikan Komisi I DPR RI berkomitmen untuk merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang berlandaskan pada prinsip keadilan ekosistem informasi.