Ketua Umum Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Merah Putih Suyadi alias Cuk bahkan membantah klaim Bupati Pati yang menyebutkan PBB di Kabupaten Pati tak pernah naik selama 14 tahun.
”Bupati Pati pernah ngomong, intinya 14 tahun PBB-P2 tidak pernah mengalami kenaikan. Saya perlu buktikan bahwa ternyata mengalami kenaikan meskipun hanya 5 persen, 10 persen. Hanya 2024 yang memang tidak ada kenaikan,” ujar Perangkat Desa Jembulwunut, Kecamatan Gunungwungkal ini, Selasa (22/7/2025).
Cuk menambahkan, dirinya telah melakukan survei secara mandiri di kalangan perangkat desa. Dia berani mengklaim, 90 persen masyarakat Pati tidak setuju terhadap kenaikan PBB-P2.
Terlebih, menurut dia, berdasarkan temuannya di lapangan, banyak wajib pajak yang mengalami kenaikan sangat signifikan, bahkan lebih dari 250 persen.
”Bahkan di desa kami, ada sekitar 18 yang sangat mencolok. Ada yang semula Rp 200 ribu menjadi Rp 6 juta. Saya tanyakan (ke pihak berwenang), katanya human error. Lalu saya tulis (kritik) di Grup WA Noto Projo bahwa rakyat menjerit akibat kebijakan ini. Itulah yang membuat saya kemudian dapat undangan dari Inspektorat,” papar dia.
Diketahui, semula PBB-P2 merupakan kewenangan pemerintah pusat. Baru diserahkan ke Pemerintah Daerah pada 2014. Ketika itu pagu Kabupaten Pati adalah Rp 18 miliar.
Murianews, Pati – Perkumpulan perangkat desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Merah Putih ikut mengkritik kebijakan Bupati Pati Sudewo yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Ketua Umum Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Merah Putih Suyadi alias Cuk bahkan membantah klaim Bupati Pati yang menyebutkan PBB di Kabupaten Pati tak pernah naik selama 14 tahun.
”Bupati Pati pernah ngomong, intinya 14 tahun PBB-P2 tidak pernah mengalami kenaikan. Saya perlu buktikan bahwa ternyata mengalami kenaikan meskipun hanya 5 persen, 10 persen. Hanya 2024 yang memang tidak ada kenaikan,” ujar Perangkat Desa Jembulwunut, Kecamatan Gunungwungkal ini, Selasa (22/7/2025).
Cuk menambahkan, dirinya telah melakukan survei secara mandiri di kalangan perangkat desa. Dia berani mengklaim, 90 persen masyarakat Pati tidak setuju terhadap kenaikan PBB-P2.
Terlebih, menurut dia, berdasarkan temuannya di lapangan, banyak wajib pajak yang mengalami kenaikan sangat signifikan, bahkan lebih dari 250 persen.
”Bahkan di desa kami, ada sekitar 18 yang sangat mencolok. Ada yang semula Rp 200 ribu menjadi Rp 6 juta. Saya tanyakan (ke pihak berwenang), katanya human error. Lalu saya tulis (kritik) di Grup WA Noto Projo bahwa rakyat menjerit akibat kebijakan ini. Itulah yang membuat saya kemudian dapat undangan dari Inspektorat,” papar dia.
Diketahui, semula PBB-P2 merupakan kewenangan pemerintah pusat. Baru diserahkan ke Pemerintah Daerah pada 2014. Ketika itu pagu Kabupaten Pati adalah Rp 18 miliar.
Naik berangsur...
Dengan perjalanan waktu, 2021 naik menjadi Rp 24 miliar secara bertahap sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
”Kemudian 2022 naik lagi menjadi Rp 29 miliar. Maka, tidak benar bahwa PBB-P2 tidak pernah naik dalam 14 tahun terakhir,” ungkap dia.
Sebelumnya, Bupati Pati Sudewo beberapa kali menjelaskan bahwa penyesuaian tarif PBB-P2 memang salah satu pertimbangannya adalah karena selama 14 tahun terakhir belum pernah ada kenaikan.
Hal itu dia ungkapkan usai memimpin rapat intensifikasi PBB-P2 tahun 2025 bersama para camat dan Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati (Pasopati) di Kantor Bupati Pati, Minggu (18/5/2025).
Sudewo menjelaskan, penyesuaian tarif PBB-P2 ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah demi mendukung berbagai program pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.
”Telah disepakati bersama bahwa (akan ada kenaikan) sebesar ±250% karena PBB sudah lama tidak dinaikkan, 14 tahun tidak naik,” ujar Sudewo.
Editor: Cholis Anwar