Seperti di lansir dari BeritaJatim, sejak Minggu (23/3/2025) sore, ribuan massa demo telah memadati halaman Gedung DPRD Kota Malang. Mereka mengecam pengesahan RUU TNI yang dianggap kontroversial dan mengekang demokrasi.
Massa demonstran juga diketahui membakar ban bekas dan menghujani barikade keamanan dengan petasan. Kobaran api berkobar, dan sempat menimbulkan suasana mencekam pada aksi demonstrasi itu.
Sementara itu, kobaran api yang diduga dari dari lemparan bom molotov diketahui membakar dua ruangan di sisi utara gedung DPRD Kota Malang. Ruangan yang terdampak adalah pos satpam berukuran 3x3 meter persegi serta gudang arsip yang menyimpan dokumen-dokumen penting DPRD Kota Malang.
Pos satpam yang biasa digunakan untuk tempat beristirahat petugas keamanan hancur. Selain terbakar habis, kaca-kaca pos keamanan ini pecah akibat lemparan massa yang mengamuk. Sementara itu, ruang arsip yang terbakar, sebagian mengalami kerusakan, setelah api berhasil dipadamkan pihak petugas keamanan.
Perkembangan situasi yang terjadi, akhirnya membua aparat kepolisian dan TNI bergerak. Sekitar pukul 18.40 WIB, pasukan keamanan merangsek masuk untuk membubarkan massa. Bentrokan tak terhindarkan, dan baru sekitar pukul 19.40 WIB, situasi mulai dapat dikendalikan.
Murianews, Kudus – Aksi demonstrasi menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Gedung DPRD Kota Malang berakhir dengan kerusuhan besar, Minggu (23/3/2025) malam. Dua ruangan di gedung DPRD Kota Malang terbakar setelah diduga dilempar bom molotov oleh para demonstran.
Seperti di lansir dari BeritaJatim, sejak Minggu (23/3/2025) sore, ribuan massa demo telah memadati halaman Gedung DPRD Kota Malang. Mereka mengecam pengesahan RUU TNI yang dianggap kontroversial dan mengekang demokrasi.
Spanduk dan poster berisi kecaman terhadap Pemerintah Indonesia serta DPR RI membanjiri area demonstrasi.
Situasi mulai tidak terkendali setelah pukul 18.00 WIB dan puncaknya pada sekitar pukul 18.35 WIB, benda yan diduga bom molotov melayang ke arah gedung.
Massa demonstran juga diketahui membakar ban bekas dan menghujani barikade keamanan dengan petasan. Kobaran api berkobar, dan sempat menimbulkan suasana mencekam pada aksi demonstrasi itu.
Sementara itu, kobaran api yang diduga dari dari lemparan bom molotov diketahui membakar dua ruangan di sisi utara gedung DPRD Kota Malang. Ruangan yang terdampak adalah pos satpam berukuran 3x3 meter persegi serta gudang arsip yang menyimpan dokumen-dokumen penting DPRD Kota Malang.
Pos satpam yang biasa digunakan untuk tempat beristirahat petugas keamanan hancur. Selain terbakar habis, kaca-kaca pos keamanan ini pecah akibat lemparan massa yang mengamuk. Sementara itu, ruang arsip yang terbakar, sebagian mengalami kerusakan, setelah api berhasil dipadamkan pihak petugas keamanan.
Perkembangan situasi yang terjadi, akhirnya membua aparat kepolisian dan TNI bergerak. Sekitar pukul 18.40 WIB, pasukan keamanan merangsek masuk untuk membubarkan massa. Bentrokan tak terhindarkan, dan baru sekitar pukul 19.40 WIB, situasi mulai dapat dikendalikan.
Ditangkap...
Beberapa demonstran dilaporkan telah ditangkap oleh pihak keamanan. Penanganan dan penyelidikan atas insiden ini masih berlangsung oleh pihak berwenang. Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, mengonfirmasi adanya kerusakan akibat aksi anarkis tersebut. Pihaknya sedang melakukan inventarisasi terkait dampak dan kerugian yang terjadi.
Sebelumnya, DPR RI telah resmi mengesahkan RUU TNI dalam Rapat Paripurna Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025. RUU ini membawa sejumlah perubahan signifikan yang menuai pro dan kontra. Beberapa poin utama dalam revisi UU TNI ini meliputi:
- Pasal 3: TNI tetap berada di bawah presiden dalam hal pengerahan dan penggunaan kekuatan, sementara perencanaan strategis dikoordinasikan dengan Kementerian Pertahanan.
- Pasal 7: Penambahan dua tugas pokok dalam operasi militer selain perang (OMSP), yaitu menangani ancaman siber serta melindungi kepentingan nasional di luar negeri.
- Pasal 47: Jumlah jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit aktif bertambah dari 10 menjadi 14, yang kini dapat diisi tanpa harus pensiun terlebih dahulu.
- Pasal 53: Perpanjangan usia pensiun bagi prajurit, di mana bintara dan tamtama bisa bertugas hingga 55 tahun, sementara perwira sampai pangkat kolonel bisa bertahan hingga usia 58 tahun.
Kebijakan ini dianggap sebagian pihak sebagai langkah mundur dan berpotensi membangkitkan kembali dominasi militer di kehidupan sipil. Tak heran jika gelombang protes terus menggema di berbagai daerah, termasuk Malang yang kemudian berujung kerusuhan.