Sejumlah unggahan, akun yang dikelola Kantor Komunikasi Kepresidenan itu menyatakan pemberitaan sejumlah media itu menampilkan potongan tak utuh dari konferensi pers Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi terkait situasi lapangan kerja di Indonesia.
”Sehingga menimbulkan kesan keliru seolah-olah beliau, atas nama lembaganya, membantah kenyataan di lapangan dan menyepelekan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK),” tulis akun tersebut.
Pernyataan itu disampaikan saat ia memberi keterangan resmi di Kantor Komunikasi Kepresidenan, Jakarta Selasa, (3/6/2025).
Di mana, undang-undang itu jelas mengatur mekanisme hak koreksi dan hak jawab bagi semua pihak yang keberatan dengan pemberitaan di media.
Murianews, Jakarta – Koalisi Cek Fakta mengecam Kantor Komunikasi Kepresidenan RI karena melabeli konten berita sebagai ”click-bait” dan mengklaim progaganda sebagai Cek Fakta melalui konten Instagram @cekfakta.ri yang dikelolanya.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Murianews.com, Kamis (12/6/2025), Koalisi Cek Fakta menilai pelabelan ”click-bait” pada konten berita merupakan serangan tak berdasar pada kredibilitas jurnalisme dan kualitas media arus utama.
Sejumlah unggahan, akun yang dikelola Kantor Komunikasi Kepresidenan itu menyatakan pemberitaan sejumlah media itu menampilkan potongan tak utuh dari konferensi pers Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi terkait situasi lapangan kerja di Indonesia.
”Sehingga menimbulkan kesan keliru seolah-olah beliau, atas nama lembaganya, membantah kenyataan di lapangan dan menyepelekan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK),” tulis akun tersebut.
Pernyataan itu disampaikan saat ia memberi keterangan resmi di Kantor Komunikasi Kepresidenan, Jakarta Selasa, (3/6/2025).
Tak hanya itu, Koalisi Cek Fakta menilai tindakan Kantor Komunikasi Kepresidenan dengan memberikan label ”click-bait” pada konten berita mencirikan kurangnya pemahaman atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Di mana, undang-undang itu jelas mengatur mekanisme hak koreksi dan hak jawab bagi semua pihak yang keberatan dengan pemberitaan di media.
Fungsi Hak Jawab...
Mekanisme itu memang berfungsi sebagai pengingat atau koreksi pada media agar senantiasa hati-hati dalam rantai produksi berita.
Ketika ditemukan kesalahan, media harus mengumumkan kesalahannya dan memuat hak koreksi serta hak jawab yang diterimanya.
Apabila media itu mengabaikan hak koreksi dan hak jawab, pihak yang berkeberatan bisa mengadukan kasus itu pada Dewan pers.
Selanjutnya, Koalisi Cek Fakta mempertanyakan mekanisme maupun prosedur pemeriksaan fakta yang dilakukan dan diterbitkan di akun Instagram @cekfakta.ri yang kali pertama mengunggah kontennya pada 21 Mei 2025 lalu.
Mulanya, Kantor Komunikasi Kepresidenan RI menjelaskan, akun itu merupakan kanal untuk meluruskan informasi yang terpapar disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK).
Kemudian, mereka mengunggah konten berisi informasi yang bermaksud meluruskan disinformasi soal Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat.
”Dalam pekan ini, beredar disinformasi bahwa Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat dianggap bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945. Simak penjelasan berikut untuk mengetahui lebih lanjut terkait program Kemendiktisaintek dan Kemensos ini!” tulis akun tersebut pada 23 Mei 2025 lalu.
Bersikap Non-Partisan...
Hanya, unggahan itu sama sekali tak menampilkan letak disinformasi yang dimaksud serta bagaimana metode pemeriksaan yang dilakukan.
”Alih-alih menjadi konten pemeriksaan fakta, unggahan tersebut lebih mendekati propaganda,” jelas Koalisi Cek Fakta dalam keterangan tertulisnya.
Koalisi Cek Fakta menegaskan, lembaga pemeriksa fakta wajib memedomani panduan International Fact Checking Network (IFCN) dan berbagai referensi akademik serta bersikap non-partisan setiap melaksanakan tugasnya.
Bersikap netral terhadap kebijakan pemerintah merupakan nilai penting yang dipegang semua lembaga pemeriksa fakta yang terverifikasi secara global.
Jika konten cek fakta Kantor Komunikasi kepresidenan ingin dianggap kredibel, maka harus menerapkan prinsip-prinsip cek fakta internasional.
”Yakni independen, transparan, menggunakan metodologi yang terukur serta dapat dipertanggungjawabkan, terbuka atas kritik, dan imparsial dalam produksi konten cek fakta mereka,” tambah Koalisi Cek Fakta.
Pernyataan Sikap...
Berangkat dari dua kritik tersebut, Koalisi Cek Fakta menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengecam pelabelan konten berita pada media dengan stigma 'click-bait' oleh Kantor Komunikasi Kepresidenan.
2. Mendorong Kantor Komunikasi Kepresidenan untuk memanfaatkan hak koreksi dan hak jawab apabila merasa ada konten berita yang dianggap tidak sesuai fakta dan melanggar kode etik jurnalistik.
3. Mendorong Kantor Komunikasi Kepresidenan menempuh prosedur dan mekanisme keberatan kepada Dewan Pers atas konten berita yang tayang di media massa.
4. Menuntut Kantor Komunikasi Kepresidenan membuka metodologi pemeriksaan fakta atas klaim-klaim yang diunggah ke media sosial.
5. Mendesak Kantor Komunikasi Kepresidenan mengganti nama akun @cekfakta.ri dengan nama lain karena narasi dan kontennya tidak sesuai dengan prinsip dan standar IFCN.
Sebagai informasi, Koalisi Cek Fakta merupakan upaya kolaboratif pemeriksaan fakta yang diinisiasi Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
Kolaborasi ini diluncurkan dalam Trusted Media Summit 2018 di Jakarta Sabtu, (5/5/2018) lalu. Saat ini, Koalisi Cek Fakta telah melibatkan setidaknya 100 media di Indonesia.