Korban S diketahui mencapai 31 orang. Ironisnya, mayoritas korban merupakan anak-anak di bawah umur.
Kini, S pun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia terancam dijerat dengan pasal berlapis dalam tiga undang-undang sekaligus.
Penangkapan S pun membuat warga sekitar rumah pelaku terkejut. Saat itu, sejumlah polisi mendatangi rumah pelaku, Kamis (24/4/2025) sekitar pukul 20.00 WIB.
”Saya kaget. Ada orang dari Polda. Ternyata menggerebek,” kata warga itu saat ditemui Murianews.com, Rabu (30/4/2025).
Murianews, Jepara – Ditreskrimum Polda Jateng menangkap pemuda 21 tahun asal Jepara berinisial S, Kamis (24/4/2025) malam lalu. Ia ditangkap lantaran menjadi pelaku predator seksual.
Korban S diketahui mencapai 31 orang. Ironisnya, mayoritas korban merupakan anak-anak di bawah umur.
Kini, S pun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia terancam dijerat dengan pasal berlapis dalam tiga undang-undang sekaligus.
Berikut fakta-fakta predator seksual Jepara:
Dikenal Pendiam
Pelaku ternyata dikenal memiliki sifat pendiam. Kesaksian itu pun diungkapkan para tetangga yang menyaksikan proses penggeledahan di rumah pelaku, Rabu (30/4/2025).
Penangkapan S pun membuat warga sekitar rumah pelaku terkejut. Saat itu, sejumlah polisi mendatangi rumah pelaku, Kamis (24/4/2025) sekitar pukul 20.00 WIB.
”Saya kaget. Ada orang dari Polda. Ternyata menggerebek,” kata warga itu saat ditemui Murianews.com, Rabu (30/4/2025).
Jumlah Korban...
Korban Masih di Bawah Umur
Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Dwi Subagio mengatakan jumlah korban dari predator seksual itu mencapai 31 orang. Korban memiliki rentang usia sekitar 12 tahun hingga 18 tahun.
Para korban berasal dari Jepara, Semarang, Lampung, hingga beberapa daerah di Jawa Timur. Namun, sebagian besar merupakan perempuan asal Jepara.
Namun, tidak menutup kemungkinan masih ada korban lain. Saat ini, polisi masih mendalami kasus predator seksual Jepara itu.
”Kami masih akan terus mendalami kasus ini. Kemungkinan korban masih akan bertambah,” kata Kombes Dwi usai menggeledah rumah pelaku, Rabu (30/4/2025).
Pelaku dan Korban Tak Saling Kenal
Dirreskrimum Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio mengungkapkan, pelaku dan sebagian korban sebelumnya tidak saling mengenal. Sebagian korban, dia kenal lewat aplikasi berbagi telegram.
Setelah mengenal lebih dekat, tersangka merayu korban-korban untuk memenuhi permintaan pelaku, yaitu berupa foto dan video asusila.
”Yang pasti bahwa, dengan menggunakan media social (telegram), dia telah merayu korban-korban anak di bawah umur ini. Kemudian diminta untuk membuka baju dan buka segalanya,” ungkap Kombes Dwi.
Video Syur...
Ancam Sebar Foto dan Video Syur Korban
Bila permintaan itu tak dipenuhi, pelaku mengancam menyebarkan foto atau video syur yang sebelumnya pernah dikirimkan korban ke pelaku.
Pihaknya mengatakan, pelaku selalu mengancam korban agar mau memenuhi nafsu bejatnya. Sehingga, korban terjeratan dan terpaksa selalu mengirimkan foto maupun video asusila.
”Korban ketakutan, akhirnya memenuhi permintaan pelaku. Bahkan korbannya pun, saat diancam itu berusaha bunuh diri juga ada,” ujar Kombes Dwi.
Awal Mula Kasus Terungkap
Kombes Dwi Subagio menjelaskan kasus itu berhasil terungkap setelah salah satu korban melapor ke Polda Jateng. Saat itu, handphone milik korban rusak.
Orang tua korban kemudian membawa handphone itu ke sebuah konter untuk diperbaiki. Setelah berhasil diperbaiki, orang tua korban tak sengaja menemukan pesan singkat berisi permintaan foto yang mengarah pornografi dari pelaku.
”Anak-anak tersebut (korban) malu, tidak berani mengungkapkan (kepada orang tua),” ungkap Kombes Dwi.
Dari hasil pemeriksaan sementara, Kombes Dwi menyebut pelaku melancarkan aksi bejatnya sejak enam bulan terakhir atau sekitar September 2024 lalu.
Pasal Berlapis...
Terancam Dijerat Pasal Berlapis
Kombes Dwi Subagio mengatakan, pihaknya bakal menyiapkan pasal berlapis di tiga undang-undang yang akan digunakan untuk menjerat pelaku.
Tiga undang-undang itu, yakni Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Larangan dan Sanksi Perbuatan Pornografi di Indonesia dengan ancaman 12 tahun penjara.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
”Tiga undang-undang ini semua kami terapkan kepada pelaku,” jelas Kombes Dwi.